“Sarah … bangun Sarah. Apa kamu mendengarku? Sarah.”
“Sarah, tolong sadarlah, buka matamu.”
“Sarah … Sarah.”
***
“Sarah … kamu sudah sadar, Nak?” Tante Mirna tersenyum di sela tangis saat melihat netra Sarah terbuka perlahan. Tidak ada luka serius yang dialami oleh gadis itu. Beruntung airbag kendaraannya dapat berfungsi dengan baik, sehingga tidak terjadi benturan langsung antara tubuh pengemudi dengan bagian mobil yang bisa saja menyebabkan cedera ringan hingga parah.
Sementara kondisi kendaraan gadis itu memang cukup ringsek pada bagian moncong, sebab posisi tersebut yang lebih dulu membentur batang pohon. Tidak ada korban jiwa atau kerugian yang terjadi kepada orang lain. Hanya Sarah saja yang menanggung segalanya. Rasa sakit, pun sudah pasti kerugian finansial karena kerusakan mobil yang perlu perbaikan. Beruntung barang-barangnya tidak ada yang hilang.
Sarah dibawa ke rumah sakit dalam keadaan setengah sadar. Ia sempat melihat sosok yang mengangkat dan mengeluarkannya dari dalam mobil, meski sangat samar. Penglihatannya tidak begitu jelas. Kondisi gadis itu sangat lemah paska kecelakaan.
Sesampainya di rumah sakit, Rama yang kebetulan berjaga malam langsung menangani sahabat sang istri dengan cekatan. Dokter itu pula yang menghubungi Lena agar mengabarkan kepada Tante Mirna, jika Sarah mengalami kecelakaan dan sudah dalam penanganan. Beruntung sekali ada Rama di sana, sehingga segala prosedur administrasi dapat diselesaikan dengan segera.
Pukul tiga dini hari ini, Sarah tersadar. Ia sudah dipindahkan ke ruangan rawat inap. Ada Tante Mirna dan Lena yang menjaga di sana, juga Ali. Pria itu tidak masuk ke dalam ruangan.Ia hanya tersandar lesu di kursi besi luar sambil sesekali mengintip perkembangan kondisi Sarah dari kaca pintu. Sementara Rama juga beberapa kali bolak-balik ke ruangan itu sembari mengecek Lena yang tengah tertidur pulas di sofa kamar perawatan.
“Tante,” ucap Sarah lemah. Ia melihat wajah tantenya terbungkus mukena. “Sarah di mana?” tanya gadis itu kemudian. Perlahan diedarkannya pandangan. Semua yang ada di ruangan ini berwarna putih. Hanya pintu, gorden, dan sofa saja yang berbeda, selebihnya didominasi warna yang tak terlalu ia sukai itu.
“Kamu di rumah sakit. Sudah jangan banyak tanya, istirahat saja dulu. Ini masih malam.” Tante Mirna tak ingin membuat Sarah memikirkan hal yang aneh-aneh dulu. Gadis itu baru saja sadar dari pingsan selama beberapa jam. Meski sering mengigau sejak tadi, tetapi tak sampai membuat Sarah membuka mata.
Sarah mengangguk pelan. Ia lalu mengalihkan pandangan pada yang lain, sehingga sang tante pun melaksanakan ibadah malam.
Pikiran Sarah berkelana sendiri mengingat kejadian yang telah dialami sebelum membuka mata sebentar ini. Hanya ada nama Ali yang mengacau di dalam benak. Lelaki itu dan Beno telah bekerja sama membuatnya sangat sakit. Jika Indra bisa diatasi dengan mudah, tetapi tak begitu kepada Ali. Sosok dokter tampan tersebut benar-benar sudah dengan cepat masuk dan menguasai seluruh isi di dalam hatinya.