Satu minggu sudah terlewati, kondisi tubuh Sarah telah benar-benar pulih. Ia sudah kembali beraktivitas seperti biasa. Bu Ayusita dan Pak Darta pun telah kembali ke Arosuka. Mereka sebenarnya khawatir dengan keadaan Sarah yang semakin pendiam. Sejak sembuh, gadis itu menjadi sangat tidak banyak bicara.
Di kantor, Sarah juga tetap banyak diam. Ia hanya fokus pada pekerjaan dan tak berkata sepatah pun kecuali menjawab pertanyaan dari Mira atau teman-teman yang lain. Selebihnya, tak ada kata yang terlontar. Sarah benar-benar berubah seratus delapan puluh derjat, menyebabkan orang-orang di lingkungan kantor menjadi sangat kehilangan sosok yang judes tetapi ceria itu.
Pulang kerja, Sarah memesan taksi online. Mobilnya masih berada di bengkel. Entah siapa yang membawanya. Kemarin pihak bengkel telah menghubungi, mengabarkan mengenai kondisi kendaraannya saat ini. Tidak ada asuransi yang menanggung biayanya, Sarah ingat betul ia sama sekali tidak menjaminkan mobil itu. Tetapi, pihak bengkel mengatakan kalau semua biaya sudah ditanggung oleh seseorang yang tak ingin disebutkan namanya.
Aneh sekali, tetapi Sarah tidak mau peduli. Terserah saja siapa pun yang sudah sudi berbuat baik. Hanya saja, Sarah tidak pernah berniat sedikit pun untuk membalas kebaikan orang tersebut, apa pun bentuknya. Sebab, ia tidak akan mudah percaya kepada siapa pun lagi. Siapa tahu, masih Beno yang berada di belakang sosok-sosok yang sudah sok menjadi pahlawan baginya. Membuat jatuh cinta, lalu meninggalkannya lagi. Tidak. Gadis itu sudah jera. Tak masalah bila harus sendiri dan menjadi perawan tua hingga mati.
Tanpa sadar Sarah menitikkan air mata. Segera diseka dengan jemari, jangan sampai pengemudi taksi ini melihatnya.
Tepat ketika sudah berada di tujuan, Sarah pun keluar setelah membayar biaya taksi yang ditumpangi sesuai dengan aplikasi. Ia masuk ke dalam rumah, lalu mengurung diri di dalam kamar. Keluar hanya untuk makan dan mengambil minum, setelah itu masuk lagi ke dalam ruangan pribadinya. Tante Mirna menjadi sangat kebingungan hingga meminta para sahabat sang keponakan agar menyediakan waktu untuk datang menghibur Sarah di rumah.
***
Lena telah menceritakan kepada Amanda dan Dania perihal sosok Ali yang sudah membuat Sarah menjadi seperti itu.
“Jadi, masih Beno di balik ini semua,” tanya Amanda ketika Lena menceritakan lewat sambungan video call grup yang hanya ada mereka bertiga, tanpa Sarah.
“Iya, Ali sudah bilang semuanya sama Mas Rama. Dia bilang semula memang hanya sekedar iseng mendekati Sarah, tapi rupanya beneran cinta, nyahok ‘kan? Terus dia mau mutusin pertunangan sama perempuan di kampungnya. Dia lebih milih Sarah katanya gitu. Cuma Mas Rama enggak ngasih tanggapan apa-apa ke dia, doi sekedar mendengarkan aja.”
Amanda dan Dania terlihat kesal. Bisa-bisanya Sarah disakiti lagi karena ulah si Beno itu.
“Eh, apa kita bikin perhitungan aja sama si Beno! Ini udah kelewatan banget tahu. Lihat Sarah sampe murung nggak kira-kira.” Dania memberikan usul. Ia sangat ingin bertemu dan bicara dengan Beno. Meminta agar menghentikan segala aksi yang dilakukan untuk membuat Sarah sakit.
“Kata Bang Fathan, Beno itu orangnya lain. Dia ‘kan duitnya banyak, kalau enggak suka sama orang, dia bisa bayar mahal cuma buat bikin orang yang dia benci merasakan sakit yang dia rasa.” Amanda mematahkan. “Seperti yang terjadi sama Sarah sekarang. Aku jadi merasa bersalah banget. Aku mau aja ketemu sama Beno, tapi buat minta maaf mewakili Sarah.”
“Duh, ngapain juga Sarah yang minta maaf?” Dania tidak setuju. Perempuan itu terdengar meradang.
“Nia, kita ‘kan enggak tahu apa yang dirasakan sama Beno. Kata Ali ke Mas Rama, Beno bener-bener benci sama Sarah, dia bilang Sarah itu mulutnya tajam banget. Trus suka merendahkan orang lain, intinya mandang fisiklah. Jadi, sebagai salah satu konglomerat kota ini, harga dirinya tercederai. Beno itu bisa dapetin siapa aja yang dia mau, tapi ketika dia menginginkan Sarah, justru direndahkan seperti itu,” tutur Lena panjang lebar.