Sang surya sudah memancarkan teriknya, kala kaki-kaki panjang itu melangkah beriringan memasuki rumah Tante Mirna. Amanda, Dania, dan Lena akhirnya tiba juga. Mereka sudah beberapa waktu lalu diminta oleh sang tante untuk datang dan menghibur Sarah.
Gadis itu memang sudah tak terlalu sering lagi mengurung diri di dalam kamar. Hanya saja, Sarah tetap terlihat murung dan lebih suka bermalas-masalan. Ketika sahabat-sahabatnya datang, ia tengah tergolek dalam lelap di depan televisi. Masih mengenakan pakaian tidur dan sama sekali belum mandi.
“Sarah!” Ke tiga perempuan yang datang laiknya gadis remaja itu berteriak membangunkan Sarah, menyebabkan gadis itu terlonjak, membuat si Jantung hampir saja melompat dari tempatnya. Ketika manik mata menangkap sosok tiga perempuan yang sudah memiliki keluarga, tetapi malah datang tanpa pasangan dan anak, membuat dahi Sarah langsung bertaut.
“Ngapain sih datang ke sini? Merusuh aja!”
Mendengar gadis itu berkata judes seperti sediakala, tiga sahabatnya malah melonjak kegirangan. Teriakan mereka sampai ke telinga Tante Mirna yang tengah membuatkan minuman untuk tamu-tamu istimewa itu.
Mata Sarah membulat begitu pula dengan bibirnya. Ia merasa sangat aneh dengan apa yang telah terjadi kepada teman-temannya ini. “Bukannya takut aku semprot, malah kegirangan. Sedeng!” Gadis itu lalu berdiri, langkahnya terlihat menuju meja makan. Ia duduk di sana sambil menopang dagu dengan satu telapak tangan. Manik mata mengikuti tiga perempuan aneh yang datang mengacaukan tidur siangnya yang tenang dan damai, ikut melangkah ke meja makan.
“Kalian ngapain sih ke sini? Biasanya juga enggak peduli lagi sama aku! Sibuk dengan hidup masing-masing!” Kalimat itu terdengar sangat mengenaskan. Mendorong raga tiga sahabatnya semakin mendekat lalu memeluk gadis yang belum mandi itu dengan penuh kasih sayang.
“Jangan begitulah, Sar. Cup, cup.” Amanda mengusapkan telapak tangannya yang hangat ke puncak kepala Sarah.
“Jadi kamu merasa kesepian selama ini? Kenapa enggak ngomong, Dek?” Lena mengecup pelipis kiri gadis itu.
“Seharusnya kamu bilang kalau masih mau aku temani melajang.” Giliran Dania mengecup pelipis bagian kanan Sarah.
Perlakuan manis seperti ini sama sekali tidak membuat gadis itu senang. Ia malah merasa sangat geli, lalu mengibaskan tangan mendorong tiga wanita itu menjauh. “Geli tauk!”
“Ya ampun, Sar. Dari kapan sih enggak mandi, asem banget sumpah!” Lena seketika menutup hidung ketika gadis yang biasanya perfectionis itu mengangkat kedua tangan.
“Kupikir hidungku tadi yang salah cium bau.” Amanda pun perlahan ikut menjepit hidungnya dengan jari jempol dan telunjuk..
“Apaan sih, jangan gitulah, nggak boleh lebay. Meskipun kenyataannya memang asem, sih.” Dania terkekeh, dibalas tepukan cukup keras dari Amanda dan Lena yang mengenai lengannya.
“Udah ngejeknya? Puas?” Sarah tampak emosi dengan apa yang dilakukan oleh para sahabatnya ini. Ia tidak suka diejek, tak senang diusik seperti sekarang.