Sarah sudah membulatkan tekad. Ia pun telah memastikan jika pagi ini Beno benar-benar sedang siaran di Bento FM. Ia akan menemui lelaki itu. Siapa tahu dengan meminta maaf, Beno akan berhenti merencanakan aksi balas dendam berikutnya.
Sarah sudah turun dari taksi online dan melangkah dengan ragu masuk ke dalam kawasan Radio Bento FM. Terlihat mobil mewah Mercedes Benz CLA-Class berwarna putih terparkir mantap di halaman depan. Meski sudah menyampakkan kenangan tentang Indra jauh di belakang, tetapi setiap melihat mobil ini Sarah masih saja ingat sosok CEO gadungan yang ikut andil membuatnya sakit. Dada gadis itu berdegup kencang. Jangan sampai bertemu dengan si Sopir itu.
Sarah dengan sengaja tidak menoleh ke kanan dan kiri. Tujuannya fokus ke resepsionis di depan.
“Selamat pagi Ibu, ada yang bisa dibantu?” Gadis berkaca mata itu menyapa dengan ramah.
“Pagi. Saya mau bertemu dengan Pak Beno. Apa bisa?” tanya Sarah bersikap sebiasa mungkin.
“Kebetulan Pak Beno sedang siaran.” Gadis itu seperti tengah mengamati sesuatu di layar komputer. “Oh, ternyata beliau sudah selesai, Bu. Bisa sebutkan nama Ibu, biar saya sampaikan.”
“Sarah.” Tanpa ragu Sarah mengucapkannya.
“Baik. Silakan ditunggu, Bu. Saya akan hubungi beliau terlebih dahulu.”
Sarah lalu berbalik dan menuju kursi bundar yang tersedia di sana. Tidak ada yang berubah dari interior tempat ini, masih sama saja. Kesan ceria yang tak membosankan membuat perasaan Sarah sedikit terampuni dari rasa gugup.
“Mohon maaf, Ibu. Bapak Beno bilang tidak bisa menemui Ibu.” Gadis yang tadi menyambut di meja resepsionis datang menghampiri ketika Sarah tengah serius menatap layar ponselnya.
Sarah mendongak. Ia mengernyitkan dahi, “Apa alasannya?”
“Saya juga tidak tahu, Bu. Pak Beno hanya bilang, tidak bisa. Begitu, Bu.”
Benar-benar kekanak-kanakkan si Beno ini. Sarah sampai menghela napas dalam, lalu mencoba menghubungi nomor yang telah diblokirnya beberapa waktu lalu. Tetapi tidak dijawab sama sekali oleh yang bersangkutan. Hingga tiga kali percobaan, masih sama saja.