Sarah terkejut ketika mendengar suara berisik tepat di atas genteng kamarnya. Ia seketika membuka mata dan mencoba menajamkan pendengaran. Sangat jelas langkah kaki seseorang tengah menginjak atap rumah dengan sangat hati-hati. Tetapi gadis itu tak dapat memastikan berapa orang yang sedang berjalan di atas sana.
Jantung sudah memompa darah dengan cepat, degup di dada pun tak lagi bisa terkendali, tangan Sarah gemetar ketika meraih gawai di nakas. Ia melirik ke arah pintu kamar, bisa dipastikan sudah dikunci dengan benar. Gadis itu mencoba menghungi ponsel Tante Mirna, bermaksud untuk mengejutkan orang asing yang masih melangkah di atas atap. Setidaknya mereka akan mengira kalau penghuni rumah ini masih terjaga.
Sayang sekali, ponsel Tante Mirna tidak aktif. Sarah tidak tahu apa yang akan ia lakukan lagi. Ingin keluar dari kamar ini, takut kalau-kalau orang itu sudah masuk ke dalam rumah. Gadis itu turun dari tempat tidur, perlahan masuk ke kolong ranjang. Ia benar-benar gemetar membayangkan akan berhadapan dengan maling atau perampok bersenjata, yang beberapa waktu lalu telah menggemparkan warga Kota Padang. Kabarnya aparat masih melakukan pencarian terhadap komplotan penjahat ini. Tidak hanya dari kepolisian saja, TNI pun akan bergerak membantu melumpuhkan mereka. Begitulah selentingan kabar yang beredar.
Sarah sebagai salah satu karyawan KPID Sumbar seharusnya lebih update terhadap berita seperti ini, tetapi semenjak mengambil cuti panjang ia jadi tidak memedulikan apa pun lagi.
Gadis itu terkejut ketika mendengar handle pintu kamarnya ditekan ke bawah berkali-kali. Ia tak berani menjawab, tubuhnya kian gemetar di bawah kolong sana.
“Sarah, buka pintunya, ini Tante.” Suara Tante Mirna terdengar dipelankan dan gemetar. Cepat-cepat Sarah keluar, membuka pintu, lalu menarik Tante Mirna ke dalam kamar. Pintu segera dikuncinya kembali.
“Kamu dengar orang berjalan di atas atap rumah kita?” tanya Tante Mirna sambil berbisik. Wajah wanita itu sangat pucat. Ia duduk di atas ranjang, sementara Sarah bersandar di lantai dekat pintu. Ketakutan yang teramat sangat telah menguras habis tenaganya.
Sarah mengangguk. “Sarah sudah coba telepon Tante, tapi enggak aktif.” Ia pun berkata sembari berbisik.
“Habis daya.” Sang Tante mengangkat ponsel yang sengaja dibawanya. Bermaksud ingin mengisi daya di kamar Sarah. “Waktu kamu di rumah sakit, tetangga depan gang kerampokan juga. Bapak rumah itu terluka, kena sabetan pisau karena melawan.”
Sarah bergidik. Terlebih ketika mendengar seseorang melompat tepat di dekat jendela kamarnya. Ia dan Tante Mirna bergegas masuk ke bawah kolong.
“Sarah takut Tante.” Gadis itu menutup telinganya dengan kedua tangan sambil menelungkupkan wajah pada lantai yang sedikit berdebu. Gigil tubuhnya semakin menjadi ketika kaca jendelanya berbunyi, seperti berbenturan dengan sebuah benda tajam.
Tante Mirna di sebelah tidak tahu harus berkata apa. Ia juga sangat takut. Kalau memang penjahat itu mengincar rumah ini, apa boleh buat. Tak ada lelaki yang tinggal bersama mereka, sehingga melawan pun sudah tak lagi berguna.
Beberapa menit kemudian, langkah kaki tergesa seperti orang berlari terdengar di atas atap. Satu tembakan membuyarkan malam yang hening dan mencekam ini. Di sebelah jendela kamar Sarah juga tertangkap jelas suara langkah berlari seseorang, berusaha memanjat pembatas untuk naik ke atap.
“Woi, berhenti kalian!”
Satu tembakan terdengar lagi, setelah teriakan dari seorang pria di luar sana.