Balada Perawan Tua

Da Pink
Chapter #56

#56. Pelangi Setelah Hujan

Malam masih terlalu dini untuk ditinggalkan. Di luar sana juga begitu banyak orang yang berlalu lalang. Saat ini, Sarah dan Saif dibiarkan duduk berdua untuk saling berbagi cerita. Banyak hal yang perlu diketahui oleh Sarah terlebih dahulu. Mengenai segala hal yang telah Saif lakukan hingga menyamar menjadi Roberto dan mahasiswanya di kampus.

“Katakan, bagaimana kamu bisa menjadi Roberto? Dan kenapa harus kampus dan kelasku?” Gadis berkerudung abu-abu tua berusaha menyembunyikan sesuatu yang terasa mengganjal di dalam dada. Ia tidak ingin terlalu cepat terpedaya, apa pun alasannya.

Saif yang duduk di kursi single tempat semula, kembali mengukir senyum tipis di bibir. Kulitnya yang kecokelatan, tak memudarkan kegagahan lelaki itu sama sekali, malahan kian menambah sisi maskulin dalam dirinya.

“Benar kamu tentara? Kamu juga yang menolongku di Restoran Inhai malam itu? Yang pake sepeda motor gede, tapi enggak mau buka helm? Kamu juga yang bawa aku ke rumah sakit waktu kecelakaan itu ‘kan? Dan mobilku, apa jangan-jangan kamu juga yang perbaiki, bawa ke bengkel?” Belum selesai satu pertanyaan, Sarah mencecar Saif dengan banyak kalimat tanya lainnya. Ia seolah ingin segera terjawab segalanya hanya dengan satu kata saja.

“Ya.” Dan Saif mengabulkannya.

Mata Sarah kembali membeliak. Sungguh, dirinya saat ini ingin sekali melompat kegirangan. Allah ternyata sangat sayang kepadanya, hingga memberikan kejutan yang terlampau luar biasa seperti ini. Gadis itu juga hendak segera mengatakan kepada Amanda, Lena, dan Dania, kalau pelangi setelah hujan itu sudah hadir mewarnai harinya.

“Sebentar. Aku mau ke kamar dulu.” Tanpa menunggu persetujuan Saif. Gadis itu pun segera beranjak dari ruang tamu. Ia tak sabar ingin melompat-lompat kegirangan di dalam sana. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari ini, sungguh Sarah sangat senang sekali.

Ia sudah mengunci diri di kamar dan melonjak sembari menutup mulut agar tidak terdengar oleh yang lain. Papa, mama, tante, dan abangnya sedang mengintip dari dapur. Melihat pergerakan ke dua muda-mudi yang sudah kadaluarsa itu, di ruang tamu.

“Tunggu dulu, jangan senang dulu. Siapa tahu dia masih orang suruhan Beno. Laki-laki itu ‘kan punya banyak cara untuk membuatku sakit.” Gadis itu berhenti melompat. Ia lalu duduk di sisi ranjang. Lantas keluar kembali dan menemui Saif yang masih menunggunya dengan sabar di ruang tamu.

“Kalau aku tanya, kamu harus jawab jujur,” ucapnya sembari duduk.

“Ya, boleh, apa itu?” jawab Saif dengan santai.

“Apa kamu juga orang suruhan Beno?”

“Beno? Siapa dia?” Saif hanya pura-pura tidak tahu. “Apa dia yang punya mobil marcedes putih itu? Yang semua rodanya pecah?”

“Hah?” Mata Sarah nyalang, membulat seperti bola. “Jangan katakan kamu yang melakukannya?”

“Memang saya.” Saif tertawa kecil. “Saya tidak suka ada pria yang berbuat keji hingga membuat kamu menangis seperti itu.”

“Kamu melihatnya?”

Lihat selengkapnya