Begitu bangun Jarot berada di ruang isolasi. Ruang yang sesungguhnya hanya untuk orang-orang dengan gangguan jiwa akut yang suka mengamuk dan pernah membunuh. Ruang sempit[1] itu hanya bisa untuk duduk dan berdiri, tak bisa buat telentang, lantainya dari semen kasar, tanpa instalasi air, dan WC. Artinya, di sini pula nanti Jarot berak, kencing, dan makan.
Sempitnya ruang sangat menyiksa, ditambah kegelapan dan udara yang lembab. Dindingnya terasa basah dan dingin seakan dibaliknya ada genangan air yang bisa menembus cor beton sekalipun. Melalui cahaya yang melintas lewat lubang kecil seukuran tikus di bawah pintu, Jarot memperkirakan waktu. Perutnya sudah lapar, tubuhnya gemetar, ia memperkirakan sudah seharian berada di ruang sempit gelap ini tanpa makan. Bau kencing menusuk hidungnya, sebelum sadar, pasti tadi dia ngompol.
Tak ada suara. Tak ada yang terdengar kecuali embusan angin yang masuk melalui lubang itu. Desisnya seperti bunyi angin yang diembuskan kipas angin dari kejauhan. Saat sorot terang menyelinap melalui lubang itu, Jarot mendengar langkah kaki mendekat, dan terlihat cahaya mengerjap-ngerjap.
“Siapa di dalamnya?”
“Hanya orang idiot yang membunuh orang, kemarin dia menusuk mata si usil,” jawab suara satunya.
“Si usil yang suka bikin ribut itu?”
“Iya.”
“Apa lagi tentangnya?”
“Kabarnya dia keturunan PKI?”
“Apa orang komunis masih ada di negara kita?”
“Itu yang ada di arsip.”
“Aku tak percaya!”