Namaku Triani Ayuni, orang-orang memanggilku Ayuni. Aku adalah istri dari bos juragan produksi cabai terbesar di kampungku, meski suamiku adalah juragan cabai kampung ini, tetapi kehidupan yang kujalani tidak begitu baik seperti dongeng Cinderella.
Dan hari ini adalah Minggu kedua di mana aku mendagangkan jualanku, di pasar Mentari Bersinar, dengan menggunakan gerobak dorongku, aku mulai melayani orang-orang yang mulai berdatangan untuk membeli jualan nasi udukku. Hingga kulihat Bu Maya datang tergesa gesa menghampiri gerobakku.
“Eh, ada Bu Maya, ibu mau pesan apa?” Tanyaku lembut padanya, tetapi aku malah mendapatkan jawaban tak mengenakan sekaligus hinaan darinya.
“He, Bu ayu, mending Bu ayu ndak usah jualan di sini! Gara-gara Bu ayu dagangan saya jadi ndak laku, jualan Cuma nasi uduk, malah rasanya juga ndak enak. Sudah ibu-ibu, mending makan di warung saya banyak jualannya!” katanya pada beberapa orang di depan gerobakku yang masih berdiri menunggu pesanan mereka.
Hatiku sakit setiap kali Bu Maya menghina jualanku. Meskipun setiap hari kudapatkan hinaan itu di pasar, tatapi aku juga manusia yang memiliki Indra perasa.
Terkadang aku berpikir, apa salahku padanya hingga dia terus memaksaku untuk pergi dari pasar ini,
bahkan dia pernah melakukan hal nekat, dengan mencampurkan suatu bahan di jualan nasi udukku, yang membuat orang-orang sakit perut saat mereka memakannya. Hingga kejadian itu, aku dilaporkan di kantor polisi, atas tuduhan bahwa aku sengaja meracuni orang-orang itu.
Beruntung aku terbebas dari tuduhan itu, saat ada Bu Sena teman dagang di sebelahku yang juga berada di kantor polisi memberikan kesaksian, dia melihat perbuatan Bu Maya atas tindakannya padaku.
“Bu Maya ini sudah rezeki orang Bu, lagian memang makanan nasi uduk buatan Ayuni memang enak,” ucap salah seorang pembeli yang membela masakanku.
“Iya Bu, kami setuju! Memang makanannya enak-enak kok. Mungkin Bu Maya saja yang masakannya kurang enak?” Timpal pembeli lainya,