“Bruk,”
Setelah sampai di dalam rumah, mas Zaki dengan kasarnya melepaskan tanganku hingga aku terjatuh, dan menyebabkan kepalaku terbentur ke tembok rumah dengan keras.
Saat itu juga aku terduduk lemas di lantai, tak lama Farhan segera berlari ke arah ku dan memeluk ku
“Bunda ... hiks hiks” isak tangisnya yang semakin parau saat melihat aku diperlakukan kasar oleh mas Zaki.
“Tenang ya, bunda ngga apa-apa,” kataku lembut padanya, sambil terus mengelus kepala Farhan dan mendekapnya dengan erat.
Aku mulai merasakan sakit pada area kepala, tangan ku refleks menyentuh area yang sakit itu. Mataku terkejut melihat darah segar mengalir deras pada luka yang terdapat di jidat ku.
“Farhan jauhi bunda!”
“Farhan! Ayah hitung sampai tiga, jika tidak menjauh ayah akan pisahkan kamu sama bunda!!” Kata mas Zaki penuh penekanan.
Ancaman mas Zaki saat itu membuatku kaget, betapa ia teganya memisahkan aku dan anak ku sendiri, sedang Farhan terus mengeratkan pelukannya padaku, ia seperti tak ingin berpisah dengan ku, begitu juga dengan diriku yang mengeratkan pelukanku padanya.
“Satu, dua ... tiga!” mas Zaki langsung merampas Farhan dari tangan ku, ia memeluknya erat, Farhan terus berontak pada ayahnya meminta di lepaskan.
“Bunda ... Bunda!!!” teriak Farhan sambil terus memukul dada bidang mas Zaki.
“Mas Zaki ....” Aku memanggilnya, dengan langkah gontai ku kejar Farhan yang tengah di bawa mas Zaki.
“Mas, angan pisahkan aku dan anak ku, mas Zaki ....” suara ku seperti tertekan tak mampu mengeluarkannya, tangisku semakin pecah, saat akan sampai di kamar Farhan ibu mendorongku dengan kuat, hingga aku terjatuh lagi.
Bruk.
“Kamu itu kaya sampah Ayuni, menantu yang tidak memiliki apa-apa, cantik tidak, kaya tidak, hitam iya, miskin lagi. Kamu hanya numpang tinggal di sini kan! Saya heran kenapa Zaki bisa jatuh cinta sama wanita burik kaya kamu!” hina ibu lantang padaku.