Balian

Bakasai
Chapter #2

Cetik

Lagi dan lagi Arya harus terbangun di tengah malam. Saat mimpi buruk akan kejadian tersebut kembali menghantui. Tepat ketika kedua jari jam dinding menunjuk di angka dua belas dan ini sudah berlangsung lebih dari sebulan. Sejak kematian Lokita di bulan Juli lalu. Padahal dia sudah berusaha melupakan kejadian tersebut dan berdamai dengan dirinya. Atas kegagalan saat mengobati Lokita dari pengaruh ilmu hitam yang berakhir dengan tragis.

"Lokita .... "

Nama itu dia sebut dengan nada lirih sebelum bangkit dari ranjang. Lalu berjalan keluar dari kamar menuju teras depan tanpa memakai sweater. Hanya mengenakan kaus dan celana pendek yang sama-sama berbahan katun serta berwarna hitam. Padahal saat itu udara terasa dingin dan berkabut tipis.

Kedua bola mata Arya langsung menyapu setiap jengkal halaman depan dengan penuh seksama. Dari deretan lampu taman di sepanjang jalan setapak menuju pintu gerbang, lalu beralih ke aneka tanaman hias milik ibunya: bunga mawar, bunga sandat, bunga kamboja, melati, kantil, dan bunga sedap malam yang selalu menebarkan wanginya setiap malam, sebelum menjatuhkan pandangan terakhir pada kedua buah bale yang ada di sana dengan posisi saling berhadapan.

Di saat itulah, muncul ingatan tentang ayahnya saat sedang menerima tamu di salah satu bale yang berada di sisi kanan—bale dauh. Di mana dulu banyak warga yang datang dan bertamu, selain keluarga pasien yang sedang menunggu saat sanak saudaranya tengah diobati di bale yang berada di seberangnya—bale gede. Bale yang juga sering digunakan untuk upacara keagamaan di hari-hari tertentu.

"Aji," lirih Arya sambil menghela napas panjang.

Setelah itu, Arya mengalihkan pandangan ke arah luar pagar untuk menghapus kenangan tadi. Agar dirinya tidak terlalu berlarut-larut dalam kesedihan.

Di luar pagar sana Arya bisa melihat dengan cukup jelas rerimbunan pohon dan semak belukar yang tumbuh subur di seberang. Hal ini dikarena adanya bantuan dari senyuman sang rembulan sebagai penerangannya—purnama. Apalagi tembok pembatas dari beton itu tingginya cuma satu meter. Jadi, dia bisa mengetahui dengan pasti sebagian jenis tumbuhan yang tumbuh di sana. Di antaranya—lamtoro, dadap, jarak pagar, dan pohon beringin. Selain pohon randu yang daunnya bisa digunakan sebagai obat kumur mulut.

Semua tanaman itu tumbuh begitu saja tanpa ada yang merawat dan sekilas terlihat seperti hutan belantara. Padahal itu tanah sah milik para warga desa yang tidak diurus. Hal ini dikarena letaknya yang berada tepat di bawah kaki bukit dan jauh dari pemukiman. Jadi, para warga enggan mengurusnya.

Yah, rumah Arya memang berdiri di bawah kaki bukit. Jauh dari keramaian dan pemukiman warga. Walaupun demikian rumahnya terbilang megah. Karena memang bukan rumah biasa. Lebih tepatnya disebut Griya. Di mana hampir semua struktur bangunannya terdapat seni ukir khas Bali dengan memegang teguh konsep Tri Hita Karana.

Tri Hita Karana—suatu konsep bangunan yang memadukan tiga unsur penghubung. Jiwa, raga, dan tenaga yang akan menciptakan keharmonisan antara lingkungan, manusia dengan manusia serta Tuhan. Di mana tiap bangunan akan terpisah-pisah berdasarkan fungsinya.

Lihat selengkapnya