Nining Pratiwi. Itu nama lengkap Kak nining. Mikai mengenal kak Nining sejak dia duduk dibangku SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkan Pertama) dulu namanya masih begitu. Sekolah Mikai mewajibkan setiap siswa kelas 1 untuk mengikuti kegiatan Pramuka setiap hari jumat sore. Nah, Kak Nining adalah salah satu kakak Pembina pramuka mereka. Saat itu Kak Nining masih duduk dibangku kelas 2 SMU, Sekolah Menengah Umum. So jangan tanyakan berapa umur keduanya. Dari perbedaan nama sekolah itu saja sudah ketebak mereka bersekolah pada era kapan.
Hubungan Kak Nining atau sering dipanggil Kak Ning saja dan Mikai cukup dekat. Walau pun tidak begitu akrab. Mikai sendiri kurang menyukai kegiatan Pramuka saat itu. Dia terpaksa ikut hanya karena wajib saja. Mikai yang sering ogah – ogahan dalam latihan mendapat banyak bantuan dari Kak Nining yang menjadi satu – satunya kakak Pembina yang memahami rasa malas dirinya. Kak Nining selalu meminta Mikai masuk ke dalam regu yang dipimpinnya. Hingga Mikai aman nih dari segala punishment dari Kakak Pembina lainnya yang selalu sok galak, sok wibawa, sok, ngatur, sok memimpin dan segenap sok yang lainnya, ya setidaknya itu menurut pendapat Mikai saat SLTP.
Mikai sangat senang saat dia melihat Kak Nining di hari pertamanya masuk kantor. Dia yang sebelumnya kerja di luar kota senang kembali ke kota kelahirannya dan berjumpa dengan teman– teman yang pernah mengisi masa ABG-nya. Mikai merasa tak ada yang berubah dengan diri Kak Nining sejak perjumpaannya pertama kali di kantor bila dibandingkan dengan dia yang dulu saat masih jadi Pembina Pramukanya. Kak Ning tetap pribadi yang baik, ramah dan menyenangkan. Namun dia sadar ada banyak bagian hidup dari Kak Nining yang tak dia ketahui. Rentan waktu saat mereka saling tak bertemu bertahun – tahun yang lalu tentu menyimpan banyak cerita yang tak dia ketahui.
Melalui Gea dan beberapa rekan di kantor lainnya, Mikai mengetahui Kak Nining setelah tamat SMA langsung bekerja di kantor mereka. Kak Nining memulai kariernya dari bawah. Bahkan dia pernah menjadi pembuat minuman bagi orang kantor, pembuat amplop, dan kerjaan penting yang kadang dianggap remeh dimata sebagian orang. Hingga akhirnya Kak Nining berhasil berada diposisinya sekarang. Perempuan hebat itu menduduki posisi sebagai wakil bendahara di kantor. Mikai mendengar kejujuran dan ketulusan serta semangat Kak Nining untuk terus belajar menjadikan dia seseorang yang dipandang penting di kantornya. Sangat hebat, bukan?
Mikai sendiri tak menyakini dia bisa melewati hal yang telah dilewati Kak Nining. Perempuan itu sungguh adalah sosok yang sabar dan menghargai setiap orang yang berada di sekitarnya. Kerendahan hatinya membuat orang merasa nyaman dengannya. Namun tak ada sedikit pun rasa rendah diri dalam dirinya. Dia tak masalah bertanya pada pekerja baru seperti Mikai yang dia nilai lebih memahami pemasalahan yang bersifat kekinian.
Kedekatan Mikai dan Kak Nining yang bermula sejak muda membuat Kak Nining sering mengunjungi ruangan Mikai yang berbeda devisi dengannya. Walau hanya sekedar mengajak Mikai untuk sarapan atau pun makan siang. Dimata Mikai, Kak Nining selalu telihat girang dan bersemangat. Hingga dia tak menyadari seorang mantan kakak Pembina pramukanya menyimpan rahasia hidup yang mengiris hati.
Setiap paginya setiap orang di kantor tak ada satu pun yang tak mendapatkan senyuman dari sosok Kak Nining. Namun pagi itu, Mikai tak melihat wajah Kak Nining. Tak pula dia mendengar suara ramahnya memanggil setiap orang. Senin pun terasa berbeda karenanya. Mikai bahkan datang ke ruangan Kak Nining yang juga berada satu ruangan dengan Gea. Tak ditemukan sosok Kak Nining disana. Hanya kursi kosong saja disana.
“Ada apa Mikai?” Tanya Gea yang tampak sedang mengobrol dengan Pak Andrew bendahara kantor.
“Sarapan yuk.” Ajak Mikai beralasan dengan hati yang berharap Gea menolak ajakannya karena dia sudah sarapan tadi di rumah.
“Aku ada deadline nih.” Gea menunjuk setumpuk berkas di depannya. Tampaknya laporan pajak.
“Tak usah sarapan di luar lah. Itu Bapak ada bawa gorengan. Ada bakwan juga tu.” Ujar Pak Andrew menunjukkan sebuah piring yang terisi penuh oleh gorengan yang beraneka ragam, mulai dari bakwan, tempe goreng, tahu goreng, sukun goreng, dan pisang goreng. Kerja selama 2 tahun di kantor itu membuat para penghuni kantor sudah mengetahui selera dan kesukaan Mikai.
Bakwan itu bagaikan drug bagi Mikai, dia tak punya kuasa untuk menolaknya. Terkecuali puasa. Diet yang tercanangkan pun pasti akan buyar oleh bakwan yang begitu menawan dari pada berlian baginya. Saking sukanya pada bakwan dia hanya bisa bikin bakwan, tapi tak bisa masak makanan lainnya. Mikai masuk ke dalam ruangan Gea dan langsung menghampiri piring yang berisi gorengan. Satu bakwan dieksekusi mulutnya.
“Kemana Kak Nining, Pak? Tumben belum datang.” Tanya Mikai dengan berusaha mengatur dirinya supanya kalimat yang diucapkannya terdengar normal dan santai.
“Dia ijin bawa Izal ke rumah sakit.” Jawab Pak Andrew.
Mikai hanya menganggukkan kepalanya.
“Ngapa baru dibawa hari ini ke rumah sakit. Harusnya yang pas hari sabtu kemaren langsung dibawa jak.” Celetuk Gea. “Memanglah Kak Ning tu.”