Bank(rut) Syariah

Dania Oryzana
Chapter #10

Terkuaknya Misteri Sedan Merah

Sehari setelah kepergian Anita, suasana kantor belum stabil. Segalanya tampak berbeda dan ekspresi sendu masih tampak menghiasi wajah sebagian pegawai meski di depan nasabah mereka berusaha terlihat ramah. Rian terpaksa harus bekerja sendirian sebagai teller, beradaptasi dengan kesibukan yang menjelma dua kali lipat dari biasanya. Feri sendiri lebih banyak berdiam dalam ruangan. Saat suntuk, dia meraih gawainya dan bermain game agar rasa bersalah atas pemecatan Anita tidak menghunjam dada terus-terusan. Pak Azzam sempat datang ke ruangannya untuk bicara namun niatnya langsung batal tatkala melihat Feri yang lunglai tidak bersemangat. Pria itu langsung berbalik, melirik sekilas meja Rei yang kosong lalu berjalan menuju tangga.

Salat Isya di musala pada malam itu hanya dilakukan oleh tiga orang. Pak Dadang sebagai imam, lalu Feri dan Pak Azzam bermakmum padanya. Usai salat, Pak Dadang langsung bergegas ke bawah, melanjutkan tugasnya untuk jaga malam, sementara Feri dan Pak Azzam masih tinggal di musala. Feri berdiri di dekat jendela, menatap pemandangan di bawah sambil merenung. Pak Azzam yang sudah selesai membaca Al-Qur’an memperhatikannya sebentar lantas berdiri mendekati Feri.

Penasaran dengan apa yang dilihat oleh Feri, Pak Azzam ikut menatap ke bawah dan mendapati pemandangan yang familiar baginya. Rei terlihat baru keluar dari pintu yang dibukakan Pak Dadang, lengkap dengan jaket kulitnya, ransel dan helm. Pria muda itu langsung menghampiri motornya yang terparkir di depan gerai ATM. Feri dan Pak Azzam menonton kegiatan Rei dalam diam hingga Rei melaju dengan motornya dan hilang dari jangkauan mata. Sayup-sayup, terdengar suara embusan napas Feri yang berat.

“Ada apa sebenarnya dengan Rei, Pak Azzam? Bisa tolong katakan pada saya sekarang juga?”

Feri berkata tanpa menatap Pak Azzam yang juga masih memandangi jalanan di bawah.

“Saya sudah jengah dengan semuanya. Rasanya ada sesuatu yang salah. Tak mungkin para pegawai mengghibahkan dia sedemikian lama dan berulang bila itu perbuatan yang normal. Saya tidak mau dikecewakan lagi karena rahasia. Cukup perbuatan Anita yang membuat kita gempar, jangan Rei atau lainnya. Terlalu berat… Saya takut tidak sanggup menanggungnya.”

Kalimat Feri berlanjut. Pelan dan tanpa jeda. Pak Azzam masih diam, tapi tangannya mulai merogoh sesuatu dalam kantung celana. Feri akhirnya menoleh pada Pak Azzam.

“Siapa si sedan merah itu, Pak?”

Pak Azzam mengaktifkan layar ponsel yang dia ambil dari saku celana. Telunjuknya sibuk mengetuk dan menggeser sana-sini sebelum menunjukkan sesuatu pada Feri. Feri pun menatap beberapa foto yang terpampang di layar ponsel. Tampak Rei sedang duduk makan bersama seorang wanita di sebuah restoran. Wanita itu berparas cantik dengan rambut panjang sebahu yang tergerai lurus. Fokus Feri lalu tertuju pada pakaian yang dikenakan wanita tersebut. Dia langsung mengenalinya sebagai seragam dari salah satu bank konvensional. Feri melirik Pak Azzam.

“Ini kekasih Rei?”

Pak Azzam mengangguk sekali.

“Apa yang salah dengan mereka?”

Sebelum Pak Azzam membuka mulut, Feri sudah mencecarnya dengan pertanyaan lain.

“Sebentar. Ini fotonya Bapak dapat dari mana?”

Mata keduanya bertemu. Pak Azzam tersenyum tipis.

“Saya ini audit internal. Tugas saya memeriksa. Bila ada sesuatu yang salah, saya harus membuktikannya secara otentik karena saya selalu melapor ke KP dan terutama, kelak, saya akan mempertanggungjawabkan pekerjaan ini di hadapan Allah. Saya tak mungkin menuduh orang sembarangan.”

Feri mendelik, tercengang dengan integritas Pak Azzam yang luar biasa sampai rela menguntit Rei agar mendapatkan foto.

“Lalu tuduhannya apa?”

“Wanita ini,” Telunjuk Pak Azzam mengarah pada gambar wanita tersebut, “Dia bernama Iriana. Kesalahan Rei adalah mencintai dia, karena Iriana sudah bersuami dan yang terjadi di antara mereka adalah sebuah perselingkuhan.”

Deg! Feri tercekat. Astagfirullah! Apa-apaan ini?

“Pak Azzam yakin? Ini serius, loh, Pak! Menyangkut nama baik orang!”

Pak Azzam mendengus pelan seraya menarik ponselnya dari hadapan Feri.

“Bila Mas Feri kurang percaya, silakan tanya pegawai-pegawai di sini. Saya yakin, sebagian dari mereka sudah tahu kebenarannya.”

Pikiran Feri melayang pada Mia, sewaktu dia menanyakan tentang sedan merah dan dijawab dengan setengah gugup. Hubungan yang normal tak akan pula menjadi gosip Zumi dan lainnya. Kini semuanya jelas. Feri memejamkan mata dan berusaha tenang.

“Saya sudah menyelidiki hal ini berbulan-bulan semenjak mendengar rumor yang beredar. Tidak sebentar waktu yang saya ambil untuk membuktikan semuanya. Sekarang yang kita butuhkan hanyalah tindakan. Saya pikir Rei sendiri sudah tahu konsekuensi yang akan dia hadapi dengan perbuatan buruk tersebut.”

Ponsel dan tangan Pak Azzam masuk bersamaan ke dalam saku celana. Feri lantas membuka mata.

“Apa harus pemecatan?” tanyanya pelan.

Pak Azzam menaikkan kedua alis, “Kita ini bank syariah. Seyogyanya pegawainya juga hidup sesuai tuntunan syariah. Kasus pegawai yang hamil atau menghamili di luar nikah, begitu ketahuan, langsung pecat. Pegawai konsumsi minuman keras, pecat. Yang main judi, pecat. Yang ini, perselingkuhan. Walau oknum yang berada di instansi ini bukanlah pihak yang sudah menikah tapi ya tetap saja harus dipecat. Dia kan pelaku, berhubungan dengan istri orang. Masak kerja di bank syariah terus perilaku nggak beradab gitu?”

“Apa sudah ada perzinahan? Atau baru sebatas hubungan cinta yang terlarang?”

Pak Azzam tertawa sinis, “Apapun itu, Mas Feri, tetap saja sesuatu yang salah. Kalau saya jadi anda, saya sih nggak akan beri toleransi!”

Pak Azzam berlalu dari hadapannya, meninggalkan Feri dalam kegamangan.

***

Gaduh ternyata belum selesai di cabang itu. Keesokan harinya, Ibu Mathilda, nasabah giro bermasalah yang hobi mencak-mencak ternyata datang ke bank dan meluapkan emosinya. Masalah lebih runyam karena dia marah-marah di banking hall sehingga menarik perhatian semua orang yang ada di sana. April terpaksa keluar dari ruangan BO untuk menenangkan wanita tersebut dan mengajaknya bicara dalam ruang tertutup namun Ibu Mathilda bersikeras untuk bertemu dengan kepala KCP. Alhasil, Feri yang sedang berpikir cara untuk bicara dengan Rei harus ditekan dengan masalah baru.

Lihat selengkapnya