Bantuku Menjemput Jodohku

Nurul Farida Baedillah
Chapter #2

Datangnya Sebuah Lamaran

Gibah bisa menyebabkan pelaku dan yang mendengarnya mengalami ketakutan berlebihan.

***

Senin yang cerah.

Gadis yang menggunakan pasmina kuning mangga itu bergumam, menuliskan tiga kata yang begitu saja terlintas dalam pikiran di buku catatan miliknya. Lembaran itu masih kosong melompong, padahal di depan sana dosen sudah menuliskan dan menjelaskan panjang lebar. Kali ini, tidak ada satu pun pelajaran maharatul qiraáh yang berhasil direkamnya dalam otak. Pikirannya berkelana, pada seorang pria yang sudah hampir satu tahun terakhir ini mengisi relung hatinya.

Padahal baru satu minggu tidak bertemu, tapi rasanya sudah sangat rindu. Gadis itu hanya belum terbiasa, karena lazimnya mereka akan selalu menyempatkan waktu untuk bertemu. Meskipun lewat sambungan telepon, tapi setidaknya mereka masih sering berhubungan. Menanyakan kabar atau hal-hal sepele lainnya seperti orang berpacaran pada umumnya. Namun, tiba-tiba hari itu sang Kekasih harus pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan selama lebih dari satu bulan. Karena daerahnya perbukitan, katanya sih susah sinyal. Ia mencoba untuk percaya dan memahami, walaupun rasanya lumayan hampa tanpa kabar barang sehari.

Sementara siswi yang duduk di belakangnya memerhatikan. Sejak tadi orang yang di depannya itu terus bertopang pelipis seperti sangat bosan. Karena penasaran, ia mencondongkan kepalanya lebih dekat. Memasang pendengaran dan lirikan yang tajam, barang kali ada informasi yang bisa ia ambil untuk bahan gibah nanti bersama teman-teman.

Namun, tanpa terduga ada seseorang yang melemparkan gulungan kertas besar padanya sampai mengenai tepat ke wajah. Dia mengaduh kecil, membuat perhatian gadis pasmina kuning mangga itu teralihkan, menoleh ke sumber suara begitu pun yang lainnya.

“Ada apa?” tegur Pak dosen untuk sekedar memastikan.

“Hah? Eng ... nggak ada apa-apa kok, Pak,” responsnya gelagapan, sedangkan matanya melirik ke samping kiri, di mana yang ia duga adalah si pelaku pelempar kertas tersebut sedang cekikikan dengan teman yang duduk di belakangnya.

“Baiklah, karena waktu pertemuan kita sudah hampir habis, saya hanya ingin mengingatkan jika praktik berbicara bahasa Arab dalam mode percakapan akan dipraktikan minggu depan. Jadi yang belum menyelesaikan naskahnya segera diselesaikan, dan yang sudah mendapatkan revisi cepat diperbaiki. Sampai waktunya tiba, saya tidak akan menerima sanggahan apa pun lagi.”

“Baik, Pak ...,” kata mereka serempak, dengan berat hati.

Merasa diingatkan kembali, gadis pasmina kuning mangga itu jadi gelisah. Masalahnya, teman satu kelompok membuat naskah percakapan bahasa Arab tersebut sudah jarang masuk sejak dua minggu terakhir. Teleponnya juga sulit sekali dihubungi. Ia juga tidak terlalu dekat dengan yang namanya Fitri itu. Tidak ada waktu juga untuk memikirkannya karena semua perhatiannya sudah tercurah pada kekasihnya.

Lihat selengkapnya