Bapak

eSHa
Chapter #4

Setelahnya,

Segala keadaan yang tertinggal sebagai kenangan membuat aku terus menandai perubahan pribadi rian, dan waktu yang terus menelan segala kenangan membawa bentuk kesadaran dalam diriku bahwa nyatanya hidupku mendewasa. Nyatanya aku masih bisa berdiri dengan tegak sebagai rian, setelah semua badai yang menyerang hidupku. Semua yang berlalu, menjadi cerita dan pelajaran yang kucatat dalam sejarah hidupku.

Sejak perginya tanpa pamit, arin tidak pernah menunjukan dirinya pada kami selama bertahun-tahun. Aku juga tidak pernah mencarinya atau bertanya tentang keberadaannya pada siapapun, baik orang tua maupun teman-temannya. Sekali lagi aku menegasakan bahwa aku tidak dirugikan apapun atas perginya arin dari kehidupanku.

Emak yang dengan besar hati mengurus arina tanpa aku pernah memintanya, adalah keberuntungan yang tidak ada duanya di dunia ini, aku amat bersyukur untuk itu. Sudah sejak lama aku dan arina tinggal di rumah emak. Hutangku pada emak menjadi berjuta-juta kali lipat saat emak dengan teguh menutup telinganya dari segala macam gunjingan tetangga tentang hidupku dan memilih fokus membesarkan arina juga mendukung perbaikan hidup yang aku lakukan.

Gadis cantik nan malang yang lahir sebagai putriku ini tiba-tiba akan masuk sekolah dasar, bagaimana bisa waktu berlalu secepat ini. Bayi kecil yang bisanya hanya berteriak 'bapak' ini sudah akan mengenakan seragam putih merah pertamanya, aku sungguh terharu dengan tumbuhnya arina di sisiku selama ini. Dan kurasa ini puncak kedewasaan yang tumbuh dalam diriku. Tanpa gerimis, rasanya hujan badai kembali menerpa ketenangan hidupku, seminggu sebelum arina memulai sekolah dasarnya, arin datang ke rumah kami. Penampilannya tampak lebih baik daripada yang kuingat terakhir kali. Aku senang melihat keadaanya yang sebaik itu, artinya keputusan kami untuk tidak hidup bersama-sama adalah pilihan terbaik bagi kami. Arin memang wanita dengan keberanian luar biasa, setelah tiga tahun menghilang tanpa kabar sedikitpun, dia datang seorang diri menemui aku dan arina di rumah emak.

Tidak ada yang tidak terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba ini, termasuk aku dan arina. Reyhan memanggilku saat aku sedang nongkrong bersama teman-teman lamaku di lapangan tempat kami bermain waktu kecil dulu,

"Bang, emak nyuruh balik. ada tamu katanya."

teriak reyhan yang cukup berjarak dari tempat aku duduk saat itu. Aku beranjak dari dudukku sambil berpikir kemungkinan siapa tamu yang dimaksud reyhan. Jujur saja sejak emak dengan sukarela menampung aku dan arina kembali di rumahnya juga membesarkan arina sepenuh hati, aku tidak pernah lagi mengabaikan apapun kata emak, sekecil apapun permintaannya atau nasihatnya atau bahkan perintahnya, aku akan selalu segera melakukannya.

Aku mematung sesaat di hadapan pintu melihat sosok familiar yang cukup lama hilang dari hari-hariku. Seperti dejavu saat pertama kali ia datang ke rumah ini dengan orang tuanya menuntut tanggung jawabku. Aku melihatnya sedang mencium tangan emak dan terisak meminta maaf dengan sungguh.

"Sini, duduk."

kata emak setelah melihatku mematung di depan pintu, arin mengangkat wajah yang sebelumnya tertunduk dipangkuan emak. Masih dalam isak tangis dia menyapaku, kalimat pertaman yang keluar setelahnya adalah juga kata maaf,

"Rian, maafin aku yaa. Aku bener-bener minta maaf."

Aku tidak tahu kalimat apa yang paling tepat untuk merespon ucapan maaf arin yang rasanya sudah sangat terlambat, aku sudah lupa apa yang harus kumaafkan darinya, yang terucap hanya kalimat sederhana,

"Kamu sehat?."

sementara arin hanya menjawabnya dengan anggukan dan kata"hhmm", lalu mengulang permintaan maafnya,

"Tolong maafin aku rian, tolong banget maafin aku."

"Udah, gak perlu bahas yang udah-udah."

"Makasih banyak rian, makasih udah ngurus arina dengan sangat baik."

Lihat selengkapnya