Bapak Bukan Preman!

Siti Latifah
Chapter #9

Chapter 8 - Bapak preman?

Bapak preman?


Kasih melangkah memasuki kamar Karto, terlihat Karto yang sedang terbaring lemah di ranjangnya. Hati-hati, Kasih mengecek suhu tubuh Karto menggunakan telapak tangannya. Panas. Mungkin akhir-akhir ini Karto sedang banyak pikiran. Pulangnya pun selalu malam dan berjalan sempoyongan. Kasih khawatir kondisi bapaknya sekarang.

Harusnya Kasih sudah siap-siap untuk berangkat ke sekolah. Pun, ia sudah memakai seragam. Tetapi melihat kondisi bapaknya saat ini, membuatnya mengurungkan niatnya. Sumiati sedang membeli bahan-bahan dapur di warung. Simbahnya belum mengetahui jika Karto sedang sakit.

Dengan telaten, Kasih membasahi kain dengan air hangat yang baru ia bawa di baskom. Ditaruhnya kain itu ke atas dahi Karto. Kasih mengecup singkat pipi Karto, lalu terkikik geli. Kapan lagi ia akan melakukan hal seperti ini?

Matanya melihat gumpalan kertas di samping ranjang. Itu pasti surat yang kemarin, pikirnya. Lantas ia mengambil dan membukanya perlahan sampai gumpalan itu menjadi sebuah kertas lusuh.

Surat pernyataan preman Yogyakarta. Begitu isinya. Menyatakan bahwa Karto harus menyerahkan diri ke pihak kepolisian. Kasih tercekat.

"Kasih?" panggil Sumiati.

Kasih lantas langsung menyembunyikan surat itu di belakang tubuhnya. Ia menjawab panggilan dari Sumiati, "Nggeh, Mbah, nopo?"

Sumiati tersenyum lembut. "Tidak berangkat sekolah?" tanyanya.

Mata Kasih melirik ke arah Karto. "Bapak sedang sakit, Mbah, Kasih ingin merawat Bapak," ujar Kasih.

"Kasih sudah pintar memberi kain hangat itu ke Bapak, sekarang biar Mbah yang gantikan merawat, yo? Kasih harus sekolah, ada teman-teman di luar menunggu," nasihat Sumiati pada Kasih.

Kasih mengangguk, kemudian membuang gumpalan surat itu dari belakang. Kasih berjalan pelan ke arah Bapaknya, memajukan mulutnya tepat ke telinga Karto. Dan ia mulai membisikkan sesuatu di sana. "Bapak cepat sembuh, Kasih sayang sama Bapak," bisiknya lalu tersenyum.

Sumiati yang melihat lantas mengangkat sudut bibirnya. Lihatlah betapa sayangnya Kasih padamu, Karto, batinnya.

Kemudian Sumiati dan Kasih pergi dari kamar Karto. Tepat setelah itu, Karto membuka kelopak matanya. Ia mendengar semua bisikan Kasih, kecupannya dan perawatannya untuk Karto. Karto hanya mengembuskan napasnya pasrah, lalu kembali menutup matanya.

"Nduk? Tas kamu ...." Sumiati prihatin dengan tas yang penuh jahitan itu.

"Ra popo, Mbah."

Kemudian Kasih menggendong tasnya di pundak, menyalimi tangan Sumiati dan bergegas pergi ke depan rumah. Terlihat sudah ada Arip yang memasang wajah bosan dan Juna yang melambaikan tangannya ke Kasih.

"Sue tenan (Lama sekali)," ucap Arip menatap kesal Kasih.

Kasih menyengir kuda. "Maaf."

Setelah Arip dan Juna berpamitan ke Sumiati, mereka bergegas mengayuh sepedanya menuju sekolah. Di tengah perjalanan, mereka berbincang perihal pembunuh yang meresahkan warga kampung.

"Tadi malam, aku denger kata Petrus dari bapakku," celetuk Kasih.

Lihat selengkapnya