Bapak Bukan Preman!

Siti Latifah
Chapter #13

Chapter 12 - Rencana

Tanpa melibatkan orang tersayang di dalam rencana itu berarti melindungi, bukan tidak peduli


"To, karena hadirnya pengadilan jalanan, semua kriminal terpaksa berhenti beraktivitas seperti biasanya. Gali (gabungan anak liar), preman-preman pasar, geng kriminal, semuanya. Mereka takut menjadi incaran Petrus," kata Sutrisno berbicara empat mata dengan Karto.

Sutrisno mengembuskan napasnya berat, ia memejamkan matanya sejenak. "Dan kamu tahu setelah acara pemakaman itu? Semuanya sudah masuk daftar hitam, To," jelasnya kembali dengan wajah serius. Karto tahu, pasti Sutrisno mendapatkan informasi penting seperti ini dari para pejabat yang sering membeli jasanya untuk kepentingan politik.

Karto yang mendengar lantas mengembuskan napasnya kasar sembari mengusap wajahnya gusar. Nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang. Apa ini akhir dari seorang preman pasar yang kemudian masuk menjadi seorang bagian dari geng kriminal?

Kasih, Arip dan Juna fokus mendengar pembicaraan mereka di balik pintu luar.

"Pemakaman siapa, Sih?" bisik Juna yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Kasih. Ia benar-benar kurang tahu tentang pemakaman itu.

"Jadi apa yang ingin kamu lakukan sekarang, No?" tanya Karto.

"Tentu melarikan diri dari incaran Petrus," jawab Sutrisno.

Karto mengerutkan keningnya. "Dengan cara?"

Sutrisno menyesap rokok lalu meletakkan rokok itu ke asbak. "Keluar dari Yogyakarta," lugasnya.

"Kamu yakin, No? Keluar dari Yogya saja nggak bisa dikatakan kamu bebas dari daftar hitam. Terlebih, kamu kan, anggota terpenting dari geng kriminal terbesar di Jawa, mereka nggak mungkin membiarkan kamu lepas begitu saja."

"Tuh, kan, dia itu pasti kriminal juga," bisik Arip.

"Ngeri banget jadi kamu, Sih. Dikelilingi kriminal," bisiknya lagi sembari bergidik ngeri.

"Diam, Rip! Kamu juga kriminal!" bisik Juna kesal.

Saat Arip ingin membalas perkataan Juna, ia lebih dulu ditahan oleh Kasih dengan menutup mulutnya rapat-rapat dengan tangan Kasih. Kasih menempatkan jari telunjuknya ke depan mulut, mengisyaratkan untuk tetap diam. Sementara Arip pasrah sambil menggerutu kesal. Juna yang melihat lantas terkekeh pelan.

"Aku tahu, Karto, aku tahu! Kemarin malam pun, aku dijemput seseorang misterius. Tapi untungnya istriku bilang kalau aku tidak ada di rumah. Aku ingat banget tentang cerita gali kenalanku. Katanya awalnya orang yang di cap kriminal akan dijemput seseorang, lalu di bawa entah ke mana, pulang-pulang dalam keadaan tewas mengenaskan!" Sutrisno kembali menghisap rokok, asapnya keluar dari hidung juga mulutnya.

Ia menunduk dalam, lalu pandangannya kembali lagi mengarah ke Karto. "Dan aku nggak pengen mati seperti itu! Jadi, aku berniat mengajakmu untuk ikut bersamaku, keluar dari Yogyakarta untuk sementara," ucapnya meyakinkan.

"Nggak, Bapak nggak boleh ninggalin aku," gumam Kasih.

Saat Kasih ingin keluar dari tempat persembunyian, tangannya ditarik terlebih dulu oleh Juna. "Kamu mau ngapain?" bisik Juna.

"Aku nggak mau Bapak pindah!" kata Kasih.

Juna berdecak. "Jangan asal bertindak! Kamu belum dengar jawaban dari Bapakmu, 'kan? Sabarlah sebentar, Kasih," bujuk Juna.

"Kasih, dengarkan apa kata Juna." Kali ini Arip ikut membujuk Kasih.

Kasih menggigit kulit pipi bagian dalamnya, lalu mengembuskan napasnya kasar dan kembali bersembunyi membuat Juna dan Arip mengembuskan napasnya lega.

"Lalu bagaimana dengan keluargamu? Keluargaku?" tuntut Karto.

Sutrisno terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya. "Karto, Karto. Ya, mereka kita tinggal di sini, lah!"

Lihat selengkapnya