Siaran peringatan mulai menjadi awal kericuhan, apakah bila menyerahkan diri akan selamat? Atau hanya memperlambat masa tawanan?
Setelah 3 hari lamanya Juna dan Arip tidak bertemu dengan Kasih di sekolah. Mereka saling menceritakan tentang kemarahan orang tuanya kepada mereka karena telah absen sekolah dan sama sekali tidak memberitahu orang tua di rumah. Bahkan Arip sampai terkena sapu melayang.
Saat ini mereka tengah duduk di depan kelas sambil memandangi lapangan yang terbentang luas. Biasanya mereka selalu bertiga, tetapi kini hanya berdua. Juna dan Arip sedari tadi hanya diam saja sambil melamun.
Arip mengembuskan napasnya berat. "Nggak seru, nggak ada Kasih," kata Arip yang diangguki oleh Juna.
Juna bertopang dagu seraya cemberut. "Biasanya kalau ada Kasih kita selalu omongin ...." Juna menjeda kalimatnya.
"Petrus, preman, gali, nggak jauh-jauh dari situ," cetus Arip sembari memutar bola matanya malas.
"Tapi kamu sadar nggak, sih, Rip? Sekarang emang lagi banyak-banyaknya mayat. Aku juga lihat di televisi."
"Ya, wajar, lah! Aku juga sering nemuin di koran, majalah, radio juga! Sampai kuping aku pengeng dengarnya! Di sekolah juga, apa-apa Petrus."
Juna teringat saat dirinya tengah menonton televisi di rumah sendirian karena ayah dan bundanya sedang pergi keluar. Saat itu, ia sedang asyik menonton film di televisi tersebut, tak lama, iklan muncul. Tetapi tiba-tiba saja siaran itu berganti menjadi sebuah siaran yang berisi pernyataan siaran peringatan.
Siaran dipergunakan untuk kepentingan pemberitahuan kepada masyarakat sipil yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Siaran ini ditunjukkan bagi kesemua orang yang merasa dirinya sebagai gali (Gaboengan Anak liar) atau preman.
Pemerintah tidak akan membiarkan tindakan kriminal ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepada semua gali supaya segera menyerah ke markas Garnisun dengan tanpa menyebutkan nama. Bagi yang merasa dirinya preman, harus menandatangani pernyataan untuk menahan diri dari tindakan kriminal.
Apabila tidak mengindahkan peringatan ini maka pihak Garnisun akan mengambil tindakan tembak di tempat. Komandan Garnisun telah memperoleh daftar nama tersangka kejahatan yang siap untuk dieksekusi.
Berikut ciri orang yang akan ditindak:
-Berato
-Berwajah sangar
-Tidak punya SKCK
-Tiba-tiba datang memegang bagian belakang motor saat pemilik akan pergi
Setelah Petrus muncul dan menggemparkan seluruh daerah, rasanya Indonesia tengah dituruni kabut hitam pekat. Jalanan yang biasanya ramai kini berangsur sepi. Seakan Indonesia tengah beristirahat setelah berperang melawan kasus-kasus kriminal yang tak ada habisnya.
Operasi yang awalnya hanya disuruh untuk mendata, ternyata menjadi sekeji ini akhirnya. Miris, tetapi operasi ini berhasil membuahkan hasil yang signifikan. Angka kriminal di Indonesia berangsur turun drastis karena memberikan efek jera pada para kriminal.
Banyak yang bersedih, banyak pula yang bersenang hati. Entah positif atau negatif. Entah benar atau salah.
"Pulang sekolah kita ke rumah Kasih aja, yuk!" ajak Juna bersemangat.
Arip mengangguk-anggukan kepalanya. "Boleh, boleh!"
Setelahnya, Juna dan Arip kembali memasuki kelas karena lonceng masuk sudah berbunyi. Barulah setelah lonceng pulang bergema, mereka tengah bersiap-siap dengan sepedanya masing-masing. Gerbang sekolah tampak ramai dengan para murid. Mereka yang biasanya pulang dijemput, kini mulai berjalan sendiri atau dengan teman-temannya. Karena mereka tak lagi takut akan bertemu para preman yang merampas harta benda mereka. Jadi mereka yang pulang lebih leluasa untuk berjalan sendiri ataupun dengan teman.
Sepeda Juna dan Arip sudah mulai berjalan di jalan utama. Melewati beberapa anak sekolahan sepertinya yang berjalan.
"Aryo, aku duluan!"
"Tirto, duluan, ya!"
"Hi, Ratna!"
"Leli, aku duluan!"
Di sepanjang jalan, Arip terus bertegur sapa dengan teman-teman yang ia kenal. Sementara Juna hanya diam memandang.