Tidak ada yang abadi, semuanya pasti kembali kepada Sang Maha Rahim, tapi tolong ... jangan bapakku!
Berita tentang kematian Sutrisno tentu sangat mengejutkan bagi keluarga Kasih. Saat itu, hari berjalan seperti biasa. Kasih yang tidak sekolah karena sibuk merawat bapaknya, tiba-tiba mendengar kabar bahwa Sutrisno sudah tiada. Awalnya ia tidak percaya, bahkan tidak menghiraukan. Tetapi kemudian Karto mengajaknya untuk pergi ke rumah Sutrisno bersama Sumiati.
Dan benar saja, ketika Kasih pergi ke rumah Sutrisno, banyak sekali orang-orang yang hendak melayat. Walaupun bukan keluarganya, tetapi Sutrisno sudah dianggap sebagai keluarga oleh Kasih. Dan kenyataan bahwa Sutrisno sudah tidak lagi di dunia, membuat Kasih terpukul. Menurutnya, Sutrisno adalah orang baik. Dan akan selalu menjadi orang baik untuknya. Entah orang-orang di sana mengatakannya jahat karena seorang preman, tetapi yang Kasih kenal, Sutrisno adalah orang yang baik.
Setelah Juna dan Arip bertemu dengan Kasih, mereka pun sama tidak percaya. Karena bagaimana mungkin setelah 3 hari lalu bertemu, berkenalan, tetapi kini sudah kehilangan? Mereka tahu ketetapan Tuhan, hanya saja masih tidak bisa percaya akan semuanya. Mereka juga tahu bahwa Sutrisno adalah preman yang pasti diincar juga. Tetapi tidak secepat ini Petrus membunuhnya.
Juna menjadi teringat tentang pembicaraan Sutrisno dengan Karto lusa kemarin. Katanya Sutrisno akan melancarkan aksinya agar jejaknya tidak diketahui oleh Petrus. Ya, walaupun Juna tidak tahu rencananya apa. Tetapi ia turut berduka. Rencana Sutrisno gagal dan Sutrisno lebih dulu dipanggil Tuhan.
Juna menjadi penasaran bagaimana raut wajah teman dekat Sutrisno, tak lain Karto. Kepalanya celangak-celinguk, pandangannya menyapu dari arah kanan. Dan ia melihat Karto di bawah pohon seperti menggunakan jaket dan topi yang hampir menutupi wajahnya. Ia bertanya dulu kepada Kasih, yang di bawah pohon itu, apakah benar bapaknya? Dan Kasih mengangguk. Katanya, untuk mencegah agar tidak diketahui Petrus.
Diperhatikannya terus Karto oleh Juna. Karto hanya menatap datar rumah Sutrisno. Apa itu raut wajah kesedihan? Tanya Juna dalam hati.
Hari sudah mulai gelap, bagaskara pun mulai tenggelam ingin berganti dengan cahaya rembulan. Senja yang tampak indah dengan warna jingga dan merah, pasti membuat orang yang melihatnya terpanah akan keindahannya. Sayangnya, hati Kasih kini sedang bersedih, bahkan senja yang indah sekalipun, tidak dapat menyenangkannya walau sejenak.
Juna dan Arip pamit untuk pulang. Begitu juga dengan Kasih, Karto dan Sumiati yang hendak pulang dengan ikut membonceng mobil bak tetangga.
Malam harinya, suasana rumah Sutrisno tampak ramai dengan bapak-bapak berkopiah dan bersarung, yang berarti acara tahlilan sudah dimulai. Bapak-bapak yang hadir akan membacakan tahlil untuk orang yang baru saja meninggal. Dan itu berlangsung selama 7 hari setelah kepergiannya.
"Target terverifikasi sudah mati."
Suara handy talkie terdengar.
Bzzzttttt!
"Target dinyatakan sudah mati, ganti."
"Bagus, ganti target selanjutnya. Data dengan nama Karto, teman dekatnya. Segera eksekusi."
"Baik, siap eksekusi."
•••