Hiduplah lebih lama untuk orang yang kita sayangi, jalanilah hidup yang kamu inginkan tanpa harus takut akan kematian
Sekolah tampak ramai dengan anak-anak berpakaian merah putih yang sibuk berlarian ke sana ke mari. Ada yang bermain bola, atau bermain tradisional lainnya. Karena jam istirahat, semuanya menggunakan untuk bermain, makan bersama ataupun belajar.
Saat ini, Juna Arip dan Kasih sedang duduk di tempat biasa yaitu depan kelas yang ada tangganya. Ya, mereka duduk di tangga sambil bercakap ria.
"Jadi kamu melihat apa semalam?" tanya Juna.
"Pas malam hujan, 'kan? Aku lagi menatap hujan di balik jendela, lagi mikirin Om Sutrisno," kata Kasih.
"Ngapain menatap hujan? Kayak nggak ada kerjaan lain aja," sahut Arip.
Kasih mencebik. "Aku suka hujan, Arip!"
"Jangan memotong pembicaraan!" kata Juna sambil menatap tajam Arip, kemudian Arip mengembuskan napasnya kesal.
Kasih kembali menceritakan penglihatannya semalam tentang seorang misterius. Banyak spekulasi yang terisi di kepala mereka. Lantas Kasih menyuruh mereka untuk menjawab serempak apa yang ada di isi kepala mereka tentang orang misterius itu.
"Oke, satu, dua, tiga!" Hitung Kasih.
"Om Sutrisno!"
"Petrus!"
"Setan!"
Mereka semua menjawab dengan serempak tetapi dengan jawaban yang berbeda. Kasih dengan Sutrisno, Juna dengan Petrus dan Arip dengan jawaban setannya.
"Bodoh," cerca Juna sambil menjitak kepala Arip.
"Aku salah? Emang kamu nggak percaya sama setan? Yang lebih bodoh itu Kasih, tahu! Udah jelas-jelas Om Sutrisno itu udah mati!" sahut Arip tidak terima.
Juna memelototkan matanya ke arah Arip agar menjaga ucapannya.
"Maaf, Kasih ...."
"Nggak papa."
"Emm, tapi bisa aja itu arwah Om Sutrisno, 'kan?" celetuk Arip.
"Aku bantah tebakan kalian semua. Aku yakin banget kalau itu Pepet!" bantah Juna.
Kasih dan Arip menahan tawanya. "Pepet?"