Bapak Bukan Preman!

Siti Latifah
Chapter #22

Chapter 21 - Petaka Menjemput

Kata maaf yang sulit terucapkan, kini telah terucap ketika nyawa sudah diujung tanduk


Hari ini adalah hari terakhir libur sekolah setelah resmi menamatkan masa ujian akhir. Besok, nilai dan pembagian ranking akan dimulai. Dan saat ini, Kasih tengah meminta kepada Karto untuk mengambil raportnya besok di sekolah. Ia ingin membuat Karto bangga dengan hasil penilaian kerja kerasnya saat mengerjakan ujian, ia ingin melihat Karto memujinya karena telah bekerja keras mendapatkan nilai tinggi. Kasih ingin hasil jerih payahnya terbayarkan dengan pujian dari Karto.

"Bapak, ya, yang mengambil rapornya? Kali ini ... saja!" pinta Kasih sambil menatap bapaknya dengan penuh harap.

Terlihat guratan resah dari wajah Karto.

"Sama Simbah saja," tolak Karto.

Kasih menggeleng. "Kali ini saja Bapak yang mengambil. Masa Simbah terus, Kasih, kan, mau buat Bapak bangga juga ...," lirih Kasih sambil menundukkan kepalanya dalam.

Membuat Karto tak enak hati. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Padahal ini anaknya sendiri, tetapi kenapa ia begitu kikuk di hadapannya? Ia benar-benar bapak yang buruk.

Karto mengembuskan napasnya pelan. "Kamu tahu, kan, kondisi sekarang seperti apa? Bapak sedang diincar, Kasih," ucap Karto mencoba memberi penjelasan.

Tentu Kasih tahu. Ia sangat tahu tentang Karto yang kini diincar. Sejujurnya ia sangat senang dengan perubahan sikap Karto yang Kasih idam-idamkan sejak dulu. Karto jadi tidak suka marah-marah, ya, walaupun kadang masih sering emosi. Setidaknya, tidak separah dulu.

Kasih cemberut, ia gagal membujuk bapaknya untuk datang ke pengambilan rapot, padahal ... ini adalah langkah awal untuk membanggakan diri di depan bapaknya.

Rasanya Karto tidak enak ketika melihat Kasih yang cemberut tak bersemangat. Ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk merubah diri menjadi lebih baik, untuk menjadi bapak yang Kasih mau. Tetapi kenapa rasanya sangat sulit?

"Ya, udah ... kalau gitu Simbah saja yang ambil ...." Kasih berbalik badan sembari tersenyum kecut.

Karto mengembuskan napasnya pasrah. "Yowes, yowes, Bapak yang akan datang ke sekolah untuk mengambil rapormu," tukas Karto.

Kasih berbalik badan menghadap Karto dan menarik kedua sudut bibirnya sampai terlihat deret giginya. Ia menghamburkan pelukannya pada Karto, walaupun Karto masih enggan memeluknya.

"Terima kasih banyak, Bapak! Kasih sayang Bapak!" seru Kasih senang.

Akhirnya sebentar lagi Karto akan mendengar nilanya yang diucap langsung oleh Bu Guru. Nilai yang susah payah ia dapatkan itu, hanya untuk membuat bapaknya bangga.

"Tapi ... memangnya kamu nggak malu kalau Bapak yang datang ke sekolah?" tanya Karto.

Mata Kasih mengerjap heran, ia memiringkan kepalanya tak mengerti. "Malu kenapa? Bapak, kan, pakai baju dan celana?" jawab Kasih polos.

"Bapak, kan, seorang preman ...."

Lihat selengkapnya