Bapak Bukan Preman!

Siti Latifah
Chapter #23

Chapter 22 - Janji Semu Bapak

Janji itu kembali dilanggar, membuatku entah harus percaya lagi atau tidak, walaupun begitu, aku harus tetap tegar


Semilir angin membuat rambut Kasih beterbangan dan kusut. Sedari tadi, ia menunggu kehadiran bapaknya di depan gerbang. Jam sudah hampir mendekati masa pembagian rapor, tetapi bapaknya tidak kunjung datang. Kasih merasa cemas. Kepalanya celingak-celinguk dengan raut wajah yang menunjukkan rasa kecemasan. Sampai pikiran negatif mulai merusak isi kepalanya. Bagaimana jika bapaknya memang tidak datang? Bagaimana jika ada sesuatu yang terjadi pada bapaknya? Bagaimana ... jika bapaknya ternyata ditangkap—

"Kasih!" panggil Arip berlari dari belakang membuyarkan pikiran negatif Kasih.

Napasnya tersengal karena berlari menyusul Kasih. "Udah mulai, cepat masuk kelas," kata Arip memberitahu.

"Tapi bapakku belum datang, Rip," ujar Kasih dengan wajah khawatir.

"Nggak papa, udah masuk dulu aja, sebentar lagi juga sampai, kok," ucap Arip menenangkan.

Kasih cemberut, lalu dengan terpaksa ia mengikuti langkah Arip menuju kelasnya yang sudah ramai oleh para orang tua. Semua wali anak murid, sudah lengkap semua, kecuali Kasih yang kini masih menunggu kehadiran bapaknya.

"Kasih, Arip," sapa seseorang dari arah belakang.

Sontak Arip dan Kasih berbalik badan dan mendapati seorang wanita dengan tatapan tegas namun teduh tengah berdiri di hadapan mereka.

"Tante Maria! Juna ... nggak ikut?" tanya Arip sembari matanya mencari keberadaan seorang anak yang cerdas itu.

"Juna sakit dan sedang beristirahat di rumah," kata Maria.

Netra Maria menatap Kasih yang sedang tertunduk sedih. Lantas Maria menkukkan lututnya dan menyisipkan rambut Kasih ke belakang telinga. Maria tersenyum, lalu bertanya, "Kasih kenapa? Kok, sedih?" tanya Maria lembut.

"Bapak nggak datang-datang. Padahal bapak udah janji bakal ambil rapornya Kasih," jawab Kasih masih dengan kepala tertunduk.

"Kalau gitu ... biar Tante aja yang ambil rapornya Kasih, gimana? Nanti Tante bilang ke Bu gurunya, pasti dibolehin."

Kasih menggelengkan kepalanya kuat. "Bukan itu yang Kasih inginkan. Kasih paksa bapak buat ambil rapor Kasih di sekolah biar bapak tahu perjuangan Kasih mendapatkan nilai bagaimana," ungkap Kasih yang membuat hati Maria terasa teremas.

"Biar bapak tahu Kasih dapat ranking berapa, Kasih mau jadi anak yang membanggakan untuk bapak," lirih Kasih. Tak terasa air matanya sudah menetes sampai terkena rok pendek merahnya.

Arip hanya bisa diam memperhatikan interaksi antara Maria dengan Kasih. Dan ia berpikir, andai Kasih masih punya ibu, pasti dia nggak akan segininya sama bapaknya.

Lihat selengkapnya