Bapak Bukan Preman!

Siti Latifah
Chapter #26

Chapter 25 - Luweng Pembantaian

Tidak ada suara lain yang lebih menakutkan kecuali suara tembakan yang terus bernada seirama di indra pendengaran


Malam harinya, Karto dibangunkan secara paksa oleh orang yang membawanya ke sini. Entah sekarang ia berada di mana, kepalanya sangat pusing. Yang terpenting, tempat ini banyak sekali pepohonan rimbun. Ia dapat melihat dua orang tersebut menurunkan karung-karung yang ada di dalam mobil tersebut.

Di saat kedua orang tersebut sedang sibuk menurunkan karung-karung, tiba-tiba ada sebuah tangan yang memegangnya membuatnya terkejut. Orang itu memberi isyarat dengan menaruh jari telunjuknya di depan mulut. Lantas mengikuti orang tersebut bersembunyi di semak-semak.

"Bapak gali?" tanya orang itu setengah berbisik. Napasnya berat.

Karto mengangguk. "Ini di mana?" tanya Karto.

Orang yang masih menginjak umur remaja itu celangak-celinguk. "Goa vertikal di tengah hutan," jawabnya.

"Untuk apa kita dibawa ke sini?" tanya Karto lagi.

"Sudah jelas untuk dieksekusi. Para gali semuanya akan di dorong masuk ke dalam luweng menggunakan bambu, lalu mati membusuk di sana," jelasnya yang membuat Karto bergidik ngeri.

Dengan penerangan yang minim, orang tersebut menunjuk karung-karung yang baru diturunkan oleh sang penembak misterius. "Karung-karung itu isinya manusia," katanya.

Tak lama setelah mengatakan itu, kedua penembak misterius mulai mengeluarkan senapannya. Menarik pelatuk tepat sasaran. Berbagai jeritan dan permohonan ampun terdengar memilukan. Darah sampai merembas di karungnya. Suara tembakan terdengar nyaring diiringi dengan lirihan seseorang di dalam karung. Setelahnya, dan benar saja. Manusia yang ada di dalam karung itu, semuanya kemudian dijatuhkan ke dalam luweng tersebut. Bau anyir menyeruak.

"Jenengmu sopo?" tanya Karto.

"Romdon."

"Kowe weru dalan metue?" tanya Karto lagi.

Romdon menggeleng. "Aku nggak tahu pasti, Pak. Yang kutahu, tempat ini jauh dari pemukiman," jelas pemuda bernama Romdon itu.

"Kalau tidak salah, luweng ini juga bekas pembantaian pengikut PKI," gumam Karto sambil mencoba mengingat-ingat. "Aku nggak menyangka akan menjadi tempat pembantaian gali," lanjutnya.

Suara tembakan kembali terdengar nyaring. Membuat Karto dan Romdon sontak menutup telinganya rapat-rapat.

Dua orang penembak misterius itu kemudian menyadari bahwa orang yang menjadi targetnya kini menghilang. Lantas mencari-cari sambil membawa senapannya ngeri.

"Kita harus cepat pergi dari sini," kata Karto sambil matanya memperhatikan dua Petrus yang sedang mencarinya di balik semak.

"Tapi, Pak. Bagaimana jika ketahuan? Lebih baik kita di sini sampai pagi, karena Petrus hanya mengeksekusi dari selepas maghrib. Tempat ini kemungkinan akan sepi jika pagi tiba," jelas pemuda bernama Romdon itu.

"Kau pikir para Petrus bodoh? Sudahlah, kita akan segera ketahuan jika terus mendekam di semak-semak saja. Jika kamu tidak mau ikut, ya, sudah, tinggalah kau di sini sampai pagi!"

Setelahnya Karto berdiri dengan membungkuk, berjalan mengendap-endap. Romdon yang merasa tidak ada pilihan lain, dengan terpaksa mengikuti langkah Karto.

Karto dan Romdon bersembunyi di balik pepohonan. "Kenapa kamu bisa tertangkap?" tanya Karto.

"Aku dan teman-teman tadi mau pergi Jakarta, ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum). Tapi sayangnya jejak kami sudah diketahui pihak Garnisun. Kami dibodohi diberi tumpangan, lalu dibawa ke mari," jelas Romdon mengingat awal mula kenapa dirinya bisa ada di sini.

Lihat selengkapnya