Bapak Bukan Preman!

Siti Latifah
Chapter #30

Chapter 29 - Keluarga Kecil Romdon

Beruntungnya aku memiliki keluarga kecil seperti mereka, walau tanpa kehadiran seorang ayah, mereka tetaplah sebuah anugerah


Tetesan air dari rambut gondrong milik seorang pemuda, dengan tubuhnya yang sudah menggigil kedinginan, ia sedang berada di depan pintu rumahnya yang tertutup rapat. Netranya terus menatap pintu itu, sementara kedua tangannya memeluk tubuh yang kedinginan. Setelah sekian lama, ia akhirnya kembali ke rumah. Pulang.

Ia berpikir, apakah ia pantas untuk pulang? Setelah semua yang terjadi, bahkan mungkin sampai membuat ibunya sakit hati. Apakah pantas jika ia tiba-tiba kembali, lalu meminta maaf? Hatinya bergetar, jantungnya berdegup kencang. Jika ia tidak kembali, ia harus berteduh di mana? Bersandar pada siapa lagi? Teman-temannya semuanya sudah mati di luweng itu. Tak tersisa.

Sebelum mengetuk pintu, tangan yang sudah mengepal ingin mengetuk itu, seketika membeku. Tak lama, ia mulai memberanikan diri untuk mengetuk pintu dengan embusan napas yang terdengar lemah.

Ketuk sekali, tidak keluar. Dua kali, masih belum keluar juga. Saat ingin mengetuk lagi, seorang wanita paruh baya sudah ada di hadapannya sekarang. Wanita itu menatap terkejut akan kehadiran seseorang yang sudah lama hilang tanpa kabar.

"Ibu ...," lirih Romdon dengan mata berkaca-kaca. Dirinya takut jika ia tidak lagi diinginkan, dibenci bahkan diusir.

"Romdon ... anak Ibu!" Laksmi langsung mendekap tubuh anaknya itu dengan erat.

Diusapnya punggung yang terlihat lelah itu, setelah Romdon memilih untuk keluar dari rumah, semenjak itu Laksmi merasa bersalah. Dirinya tidak pernah sekalipun membenci anak sulungnya itu. Ia tahu perbuatan Romdon itu hanya semata untuk membantunya mencari rezeki. Tetapi karena emosi, Laksmi menghancurkan semuanya. Padahal ia bisa berbincang dengan menggunakan kosa kata yang lembut, tetapi karena ego Laksmi besar, ia malah memperkeruh suasana.

"Maafin Romdon, Bu ... maafin Romdon," adunya pada ceruk leher sang ibu.

Tangisnya sudah pecah karena kerinduan yang sudah lama dipendam. Dirinya yang pada saat itu masih berumur 15 tahun, terbawa emosi dan memilih kabur sebagai jalan keluar. Hingga saat umurnya menginjak 18 tahun, barulah ia sadar sekarang. Ia terus merenungi dengan apa yang terjadi pada hidupnya.

"Harusnya Ibu yang minta maaf, Ibu selalu menunggumu. Pintu ini selalu terbuka untukmu," ucap Laksmi dengan mata yang berkaca-kaca.

Ibu mana yang tidak menginginkan anaknya kembali ke rumah? Ibu mana yang tega pada anaknya yang hidup di luar sana tanpa kabar? Laksmi sangat merindukan dan menyayangi anak sulungnya sama seperti ia menyayangi anak bungsunya. Hanya saja emosi dan gengsi menjadi halangan untuknya.

Laksmi lantas menyuruh Romdon masuk, lalu menutup pintunya rapat. Menyiapkan baju kering untuk Romdon dan juga menyiapkan makanan saat Romdon tengah mengganti pakaian.

Arip yang saat itu tengah mengarungi mimpinya, seketika terbangun mendengar suara yang tampak tidak asing di telinganya. Ia keluar kamar, lalu melihat Romdon yang sedang diurus oleh ibunya telaten, dengan mengusap rambut gondrongnya dengan handuk yang dibawa Laksmi.

"Mas Romdon!" seru Arip berlari memeluk Romdon.

Romdon terkekeh lantas berjongkok membalas pelukan adiknya itu. "Bagaimana kabarmu, Rip? Makin besar saja ini perut," canda Romdon sambil menjawil perut buncit Arip, membuat Arip tertawa.

"Mas kapan pulang?" tanya Arip.

Lihat selengkapnya