Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matamu berlinang
Mas intanmu terkenang
Ibu Pertiwi—Ismail Marzuki
Karto terus mengikuti jejak langkah orang yang meminta bantuan padanya. Keduanya saling diam sampai kemudian Karto menanyakan nama orang tersebut.
"Nama saya Damar," katanya sembari melihat ke arah Karto yang ada di belakangnya.
Damar membawa Karto pada sebuah gang kecil dekat dengan pasar. Terlihat sepi dan sunyi. Membuat perasaan Karto menjadi tak enak hati. Matanya menyapu ke seluruh jalan gang tersebut. Tidak ada motor yang katanya mogok. Jantungnya semakin berdegup kencang, pun perasaannya mulai tak tenang.
"Nggak ada motor, Pak, di sini," ucap Karto pelan.
Damar tidak menjawab ucapan dari Karto. Ia perlahan mendekat dengan tangan yang ia selipkan di belakang badannya. Tentu hal ini membuat Karto was-was dan mundur ke belakang dengan perlahan.
"Sepertinya saya salah menunjukkan arah, maaf," katanya.
Rinai hujan mulai turun setetes demi setetes membuat Damar dan Karto sontak mendongakkan pandangannya. Dirasa ada kesempatan, Damar menikam Karto dengan pisau tajamnya. Tetapi Karto menahannya lebih dulu dengan tangannya. Sehingga tangannyalah yang terkena tusukan pisau.
Ringisan kecil mulai terdengar dari mulut Karto. Darah segar mulai menetes ke tanah. "Seharusnya saya sadar kalau kamu adalah Petrus!" bengis Karto yang baru menyadari bahwa orang yang saat ini di depannya adalah Penembak Misterius yang selalu mengawasinya.