“ti...”
“hem?”
“Lebaran ini, bapak gak pulang ya.”
Itu adalah pembicaraan singkat saya dan bapak kemarin pagi, setelah satu atau dua pertanyaan singkat semacam basa-basi untuk menghubungkan inti. Kami memang bukan tipe keluarga yang memiliki hubungan yang hangat. Entah karena bapak ingin mengajarkan agar anak-anaknya tidak lembek atau bagaimana. Tapi sudah bertahun-tahun kami saling bersikap seperti ini. Hubungan jarak jauh lewat telepon pun jarang kami lakukan. Jikapun harus menelepon, harus karena ada alasan yang benar-benar mendesak untuk disampaikan atau ditanyakan. Kami tidak pernah sengaja saling menelepon untuk sekedar menanyakan kabar, atau saling menyapa, atau saling berkabar mengenai hari yang telah dilalui. Pembicaraan-pembicaraan tidak penting itu sering kami hindari, jika tidak malah akan berujung pada adu otot mulut karena salah paham. Maklum, jarak yang terpisah pulau dan hanya lewat sambungan telepon sering beresiko menimbulkan kesalahpahaman. Hal kecil yang bisa merembet pada hal besar. Karena itulah kami hindari.
Kali ini bapak mengabarkan bahwa ia tidak akan pulang lebaran nanti. Ini baru bulan maret, lebaran tahun ini jatuh di bulan mei. Tapi bapak sudah jauh hari mengabarkan pada kami, agar kami tidak berharap kepulangannya mungkin.