Nama saya Kinanti. Usia dua puluh enam tahun, tapi akan menjadi dua puluh tujuh dalam dua bulan lagi.
Dulu, saat memasuki usia dua puluh tahun, saya membayangkan, akan semenakjubkan apa tahap usia ini. Semua terlihat berkilau, dunia orang dewasa itu. Sebuah hal yang sia-sia saja saya harapkan saat dilihat dari kacamata saat ini. Ingin saya tertawakan kepolosan saya waktu itu. Konyol. Nanti akan saya ceritakan potongan-potongan menyedihkan tentang ini pada kalian.
Saya ceritakan dulu kenangan yang lebih tua. Tentang saya yang pernah iri pada dinding rumah teman smp saya.
Suatu waktu saya pernah diajak oleh seorang teman ke rumahnya. Tidak ada acara khusus sebenarnya kami datang, hanya main saja selepas pulang sekolah. Teman ini selalu memperlakukan saya dengan baik, maka ketika ia mengajak, walaupun dengan uang saku yang hanya tinggal ongkos sekali perjalanan angkutan saja sebenarnya, saya iyakan ajakan itu. Butuh lima belas menit perjalanan kesana, tapi karena angkot yang ngetem seenak jidatnya, hampir setengah jam kemudian kami sampai.
Rumah teman saya ini adalah bangunan bekas belanda, banyak pilar terlihat sejak awal masuk halamannya. Yang pertama tertangkap adalah suasana yang rindang. Ada kebun dan taman bunga yang ditata di halaman depan.
"Ti..ayo masuk", ia mengajak saya masuk rumah.
Karena para kumpeni dulu suka sekali berpesta, jadilah rumah ini memiliki ruangan besar di tengah. Dari pintu masuk saya tinggal melewati lorong sedikit saja, sudah masuk ke ruang tengah yang luas. Saya bisa bayangkan inilah tempat para meneer-meneer itu saling menyombongkan status dengan memilin kumis baplang.
Di satu dinding ruangan inilah letak hal yang membuat saya iri bukan main. Hampir sebagian besar area dinding tertutupi bingkai foto. Dari foto hitam putih hingga foto berwarna tertata apik. Pada bagian pojok, terlihat paling baru diantara yang lain, ada wajah teman saya di situ.