Besok Harinya
Aku memandangi baju yang sudah kupilih tadi malam, yang aku gantung di gagang pintu lemariku. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Putra, Nanai, dan seseorang bernama Renardi Sega. Untuk memastikan, apakah Renardi Seganya Nanai itu, adalah orang yang sama dengan Renardi Sega yang menceritakan kisah masa kecilnya denganku.
Jam sudah menunjukkan jam 9 pagi, aku bangun dari dudukku di atas ranjang, untuk bersiap-siap pergi.
Tapi tiba-tiba, aku mendengar ibu batuk-batuk. Dengan cepat aku pergi ke kamar ibu.
“Ibu kenapa, Ibu sakit ya?" tanyaku lalu kupegang dahi ibu yang terasa hangat.
Aku berlari mengambil termometer untuk mengukur suhu tubuh ibu.
“39,5 derajat,” kataku.
“Ibu tidak apa-apa, kamu mau jalankan, sekarang jalan saja,” kata ibu, sambil menahan batuknya.
“Tidak Bu, jalannya bukan hari ini ternyata,” sahutku, aku terpaksa harus berbohong, karena kalau tidak begitu, ibu pasti akan menyuruhku untuk pergi saja.
Sejujurnya aku sangat penasaran dengan seseorang bernama Renardi Sega. Seseorang yang sering Nanai sebut namanya itu, tapi aku harus bagaimana lagi. Semoga saja, lain kali mereka mengajakku jalan lagi, kataku dalam hati.
Menelpon Devi
Aku sendirian di dalam kamar yang gelap. Aku duduk meringkuk, bersandar di balik pintu kamar. Ada jendela di sana, aku sambil menggenggam ponselku. Sesekali aku memejamkan mataku, dan memandangi lantai dari arah cendela. Saat itu, aku sangat gelisah, dalam pikiranku, selalu muncul tiga orang yang menceritakan kisah masa kecilnya waktu itu.
Kemudian aku mengetik ponselku, untuk mencoba menelpon Devi. Dan akhirnya, waktu itu Devi mengangkat telpon dariku.
"Hi Dev," kataku kepada Devi di telpon.
"Hi, Yanti apa kabar? tumben telpon aku," sahut Devi.
"Aku mau minta tolong sama kamu Dev," sahutku.
"Minta tolong apa? dengan senang hati."