BAPER: Balon Perindu

Priy Ant
Chapter #10

Ingatan Renardi Sega Tureza (Lainnya 1, 2, 3, 4 dan 5)

Kalimat yang Tidak Asing Lagi

Ini ingatanku pada tahun 2005 di kota Banjarmasin.

“Anak orang gila ... anak orang gila."

“Jauhi anak itu, berbahaya, dia gila, ibunya gila, pasti dia juga gila.”

Kalimat itu sudah tidak asing lagi di telingaku. Aku menahan air mata yang ingin keluar kurasa mataku mulai terlihat memerah.

“Ampi, kenapa kamu tidak seperti mereka-mereka yang takut dengan orang gila?”

Ampi hanya diam, menatap ke arahku, dan aku memalingkan arah kepalaku dengan tujuan agar Ampi tidak melihat ke arahku lagi.

***

“Aaaaaakkkkkkkkk ... aaaaakkkk!”

Teriakan ibu semakin hari semakin sering aku dengar, meskipun begitu aku selalu pura-pura tidak mendengarnya.

Berbicara sendiri, tertawa sendiri, dengan ekspresi wajah kosong, hanya itu rutinitas ibu dan semakin parah hari demi hari. Sampai aku berpikir ibu sudah melupakan kami dan mungkin ibu lebih senang berada di dunianya itu. Seadainya aku bisa berada dalam dunia ibu juga, bukan untuk ikut tinggal di sana, tapi untuk menyuruh ibu pulang kembali bersama kami saja.

Obat-obat ibu sering berserakan di lantai, dan bapak yang membereskannya menjadi rutinitas bapak yang belakangan aku lihat.

Ibu sebenarnya sudah dianjurkan oleh dokter jiwa untuk dirawat inap di rumah sakit jiwa. Biar lebih bisa ditangani lagi, tapi bapak bersikeras tidak mau dan meyakini para dokter dan perawat bahwa bapak bisa menjaga dan merawat ibu sendiri.

“Anak orang gila ... anak orang gila."

“Jauhi anak itu, berbahaya dia gila ... ibunya gila ... pasti dia juga gila.”

“Hai ... orang gila, ngapain sih kamu ada di lingkungan sekolah ini. Kamu itu udah ngebuat semua orang menjadi ketakutan, mending kamu keluar aja dari sekolah ini, sekolah ini hanya diperuntukan untuk orang-orang waras,” kata Tama, tapi aku hanya menunduk diam.”

Ibuku yang Datang membawakan Baju Olahragaku

Ini ingatanku pada tahun 2005 di kota Banjarmasin.

Waktu itu, ibu datang ke sekolah untuk mengantarkan baju olahragaku yang ketinggalan.

“Keluar dari sekolahan ini!" teriak Tama.

“Kak Sega." Kemudian ada Ampi berlari mendekatiku.

Ada darah yang keluar dari hidungku, lalu Ampi menyusap darahku dengan tangannya.

Mataku beralih ke arah siswa yang berteriak saling berlari, terlihat wajah mereka ketakutan dan ternyata mereka berlari karena ibu.

Setelah melihat ibu, aku langsung berlari menghampiri ibu. Ibu terlihat tersenyum setelah sekian lama aku tidak melihatnya.

Aku meraih tangan ibu yang sedang memengangi baju olahragaku, dan darah di hidungku tetap saja menetes tapi kubiarkan saja.

Lihat selengkapnya