BAPER: Balon Perindu

Priy Ant
Chapter #11

Ingatan Renardi Sega Tureza (Lainnya 6,7,8,9 dan 10)

Surat Panggilan Orangtua

Ini ingatanku pada tahun 2005 di kota Banjarmasin.

Surat pangilan orangtua. Aku memeganginya dan melihatinya berpuluh kali, sambil duduk di kamar, di balik pintu dengan tetap mengenakan seragam sekolah SMPku.

“Sega ....”

Ada yang memanggilku sepertinya suara bapak.

“Sega ...."

Suara bapak semakin terdengar mendekat.

Aku berdiri sambil memandangi surat panggilan orangtua itu, dengan pelan aku membuka pintu kamarku.

“Bapak, kenapa?” tanyaku karena kulihat tangan bapak terluka, dan kemudian aku pegang tangan bapak.

“Ibumu, cepat cari ibumu.”

Aku meninggalkan bapak berlari mencari ibu. Sebenarnya waktu itu adalah pilihan yang sulit. Apa aku harus mengobati tangan bapak dulu, atau apa aku harus mencari ibu. Melihat bapak yang terluka cukup parah di bagian lengan bawah tangannya, tapi aku juga harus mencari ibu.

Karena bapak sudah meyakinkan aku kalau bapak tidak akan kenapa-kenapa, akupun memilih untuk mencari ibu dulu.

Aku terus berlari tanpa tau ibu ada di mana, dengan masih saja memengangi surat panggilan orangtua, yang kulihat ada darah bapak di sana. Mungkin mataku memerah, waktu itu.

Apa yang harus aku lakukan lirihku dalam hati.

Ibu Menghilang

Ini ingatanku pada tahun 2005 di kota Banjarmasin.

Aku pulang sehabis setengah hari berlari mencari ibu, tapi ibu tidak bisa kutemukan. Aku berjalan dengan pelan, sambil memandangi surat panggilan orangtua yang ada ditanganku, dan ada bekas darahnya bapak. Aku baru ingat dengan bapak yang tangannya terluka. Aku kembali berlari untuk pulang ke rumah.

“Bapak," panggilku. Setelah sampai di rumah, tapi kulihat bapak sudah terbaring di lantai tidak sadarkan diri.

Waktu itu Paman, dan kakakku tidak ada di rumah. Paman melawat ke pemakaman adik saudara Alm istri paman yang meninggal dunia tadi malam, sedangkan Kak Una, aku tidak tau Kak Una pergi ke mana sedari pagi tadi.

“Bapak!” teriakku, aku langsung menggendong bapak lalu berlari keluar untuk meminta tolong.

Banyak orang di jalan, namun tidak ada yang menghiraukanku, mereka hanya melihati saja.

“Keluarga gila." Aku hanya mendengar kata itu dari mereka.

Aku memilih berlari saja menuju puskesmas, tapi di sana jarak puskemas lumayan jauh.

Hanya ada 2 rumah yang bisa kutuju sekarang, rumah Robi atau rumahnya Ampi.

Aku berlari ke arah rumah Ampi tapi di pertengahan jalan aku memutar arah lariku ke arah rumah Robi.

“Bapak bertahan sebentar lagi.”

Sampai di rumah Robi.

“Robi!” teriakku sangat kencang, tapi tidak ada tanda-tanda kemunculan Robi. Rumah Robi seperti sedang kosong. Aku baru ingat, kalau ayahnya Robi sedang sakit di rumah sakit, dan itu artinya dengan kata lain Robi sudah pasti tidak ada di rumah.

Aku menunduk, ingin berteriak, tapi kupikir lagi pasti akan percuma saja. Aku memilih untuk berlari saja ke arah puskesmas.

“Hi ... anaknya Bapak Budi, tunggu ...." Ada seorang tukang becak yang tiba-tiba berteriak, dan menghentikan becaknya, lalu menghampirku, yang waktu itu aku juga sedang berlari. Kemudian aku juga menghentikan lariku. Paman tukang becak itu kemungkinan adalah temannya bapakku, aku simpulkan saja sendiri. 

Tanpa berkata-kata aku langsung naik dan meletakkan bapak ke becak itu dan aku juga duduk di samping bapak.

Tukang becak itu seolah paham dengan apa yang ada dalam pikiranku, yang ingin membawa bapak ke puskesmas. Lalu beliau menjalankan becaknya dengan cepat ke arah puskesmas tanpa kuminta.

Setelah sampai di puskesmas ternyata puskesmas di sana sudah tutup.

Tukang becak itu menarik becaknya lagi.

“Kita bawa ke rumah sakit saja,” kata tukang becak itu.

Di tengah jalan ban becak paman bocor, karena tidak ada pilihan lain tukang becak itu menurunkan kami di tengah jalan saja. Aku kembali menggendong bapak, untungnya rumah sakitnya tidak terlalu jauh lagi. Tapi itu rumah sakit swasta yang sudah pasti bayarannya akan mahal. Aku menghentikan langkahku. Dan menoleh ke arah bapak yang aku gendong. Tapi aku tidak ada pilihan lain aku melanjutkan lariku lagi ke arah masuk pintu UGD rumah sakit.

Sesampai di dalam ruangan UGD ada dokter dan perawat yang menghampirku kedatanganku, dan aku turunkan bapak di atas bad pasien. Kemudian bapak diperiksa oleh seorang dokter yang didampingi beberapa perawat. Tiba-tiba ada satu orang yang mendatangiku untuk mengurus biaya administrasi.

Lihat selengkapnya