BAPER: Balon Perindu

Priy Ant
Chapter #36

Yanti (Bagian 18, 19 dan 20)

Menulis Ingatan Renardi Sega Tureza

Aku duduk meringkuk, bersandar di balik pintu kamarku yang tertutup gelap dengan lampu yang tidak nyala. Hatiku semakin gelisah dan sedih setelah selesai menulis ingatan masa lalu dari pasien bernama Renardi Sega Tureza.

Saat mengikuti kelas mentoring menulis novel online dalam 1 bulan, aku diajarkan tentang penulisan novel, mulai dari menulis premis, sinopsis, deskripsi karakter, konflik, penyelesaian konflik dan blurb. Baru setelah itu, aku menulis ingatan Renardi Sega Tureza.

Menulis Ingatan Sumardi Sega

Hari minggu ya hari ini, tanyaku dengan diri sendiri, lalu duduk bangun dari tempat tidurku. Tangan kananku mencoba menyingkirkan ramputku yang hampir menutup mukaku. Dengan mata masih mengantuk, aku bangun dan berdiri dari ranjang, lalu melihati jam di dinding kamar sambil berjalan menuju pintu kamar. Jam waktu itu sudah pukul 08.00 pagi.

Aku membuka kamarku, ada ibu yang terlihat sedang menyiapkan sarapan pagi seperti biasa. Aku menuju meja makan, dan duduk di sana. Di meja makan cuman ada empat kursi hanya dua kursi yang sering terpakai karena di rumah hanya ada aku dan ibu.

Aku ambil air di teko lalu kutuang air ke gelas yang sudah ibu letakkan di atas meja.

“Ya ampun Yanti kamu belum mandi ya,” kata ibu yang terlihat cemberut.

“Belum Bu,” sahutku agak lambat.

Selesai makan dan membantu ibu mencuci piring, aku langsung pergi ke kamarku lagi, untuk melanjutkan tulisanku menulis ingatan Sumardi Sega yang sudah di bagian bab terakhir. Apakah mereka ada hubungannya dengan masa laluku, kenapa aku selalu merasa sedih ketika ingat mereka, dan kenapa wajah Ampi mirip denganku di dalam mimpi? tanyaku dalam hati.

Pergi Ke Warung Makan Bibi Miah

Aku kembali mengingat kisah dari tiga orang yang menceritakan kisah masa kecilnya waktu itu. Aku merasa seperti sangat dihantui dan tersiksa kalau ingat mereka bertiga, dihantui rasa sedih yang semakin hari semakin terasa bertambah, aku juga tidak tau kenapa.

Aku mencoba pergi makan di warung belakang rumahku, untuk menghibur diriku, dan ingin mengajak ibuku juga.

“Bu ...,” panggilku.

“Ibu, di mana Bu, kenapa tidak menyahut?” tanyaku lagi.

“Ibu ada di kamar ya?” tanyaku lagi sambil berjalan menuju kamar ibu.

Kulihat jam di dinding menunjukan jam 2 siang, dan aku baru ingat kalau ibu hari ini ada undangan pengajian ibu-ibu tetangga.

Lalu aku pergi saja sendiri ke warung makan belakang rumahku.

Sesampai di warung, aku memilih duduk di meja paling pojok, setelah memesan nasi rawon dan air putih es. Dan saat aku menolehkan kepalaku ke sebelah kiri, kulihat ada Devi di sana bersama Siska, sepupunya yang rumahnya dekat dengan rumahku.

Jarak kami sebenarnya hampir dekat bersebelahan, tapi mungkin Devi tidak melihatku saat itu. Saat aku ingin memanggil Devi, tiba-tiba Devi berkata begini, Yanti bodoh. Lalu aku tidak jadi memanggilnya. Aku mencoba mendengarkan percakapannya, bersama sepupunya itu, aku jadi penasaran Yanti siapa yang dia maksud bodoh itu.

Aku menutup sebagian mukaku dengan koran, seolah membaca koran agar mukaku tidak terlihat oleh Devi dan juga Siska. Koran itu sudah duluan ada di mejaku, mungkin punya orang yang makan sebelum aku di meja itu, yang mungkin lupa membawanya.

“Yanti bodoh itu, percaya aku sudah ke rampokan,” kata itu yang kudengar lagi dari Devi.

Lihat selengkapnya