Bara dalam Sekam

Al Szi
Chapter #5

PANGERAN

Aya berdiri di mimbar upacara untuk ke sekian kalinya sambil memicingkan matanya, menghalau sinar matahari pagi yang menyorot langsung ke wajahnya. Kepala sekolah dan wakilnya berdiri di hadapannya dengan tiga piala sekaligus. Pembawa acara upacara bendera hari itu menyebutkan nama Aria Janeeta Jannah sebagai pemenang medali emas dalam Olimpiade Matematika, medali perak untuk Olimpiade Fisika, dan medali perak untuk Olimpiade Komputer. 

Kepala sekolah memberikan piala Olimpiade Matematika pada Aya terlebih dahulu. Aya tersenyum karena dua alasan, Oom Andre dari seksi dokumentasi sekolah sedang beraksi dengan kameranya dan Gista melompat-lompat di barisan kelasnya sambil melambai-lambai semangat, menyatakan dukungannya secara penuh. 

Setelah selesai menerima piala simbolis, yang dibuat agar sekolah dapat memajangnya di etalase piala di depan sekolah sebagai prestasi sekolah mereka, Aya berjalan memutari lapangan untuk kembali ke barisan kelasnya di IPA 4. Seluruh mata mengikuti langkah Aya membuat Aya menunduk dalam-dalam agar tidak grogi. Bisa-bisa ia tersandung karena salah tingkah. Tapi ternyata menyembunyikan wajahnya dalam topi sekolahnya juga menyebabkannya tersandung. Aya terhuyung hampir jatuh ke arah kawat-kawat pelindung di sekeliling lapangan. 

“Eits! Hati-hati, Aya.” 

Tubuhnya ditangkap dengan sigap membuat Aya tersentak kaget dan mendongak. Wajah Darrel tersenyum di hadapannya. Sangat dekat sampai-sampai Aya tersandung kakinya sendiri sekali lagi. Darrel tertawa pelan dan menahan tubuh gadis itu dengan kuat. Teman-teman sekelas Darrel melirik sambil senyum-senyum geli melihat adegan drama Korea terjadi secara langsung dari studio 1. 

“Mau dianterin ke barisan biar gak jatuh lagi?” Darrel tersenyum manis, menunjukkan gigi-gigi putihnya yang cemerlang dengan taring gigi yang entah kenapa terlihat sangat tajam. 

“Eh... gak usah.” Aya akhirnya berhasil membuka mulutnya setelah melihat senyum Darrel yang sangat tampan dengan taring yang tajam itu. 

“Yakin? Nanti kalau jatuh siapa yang nangkep?” Darrel berjalan pelan mengiringi Aya. 

“Ih...” Aya melepaskan tangannya yang baru ia sadari masih dipegangi Darrel seakan-akan Aya pincang. Wajahnya yang cerah kini merona merah sampai ke telinga. 

“Pegangan aja, sih, kenapa emang?” Darrel meraih tangan Aya lagi dan menggenggamnya. “Aku juga gak rela kalau kamu ditangkep orang lain,” bisik Darrel pelan di telinga Aya. 

Gadis itu menunduk malu, hatinya berdegup kencang mendapat perlakuan dari Darrel yang baru berkenalan dengannya minggu lalu. Tangannya yang digenggam Darrel terasa berkeringat tapi ia juga tidak ingin melepasnya cepat-cepat. Sampai akhirnya mereka sampai di barisan kelas IPA 4, Darrel melepaskan genggaman tangannya. 

“Selamat ya, dapet tiga medali.” Darrel berbisik lembut sambil berlalu, kembali ke kelasnya di IPS 1 sambil sekali lagi memamerkan senyumnya. 

Aya yang masih salah tingkah karena perlakuan Darrel tidak sadar kalau Gista dan Dara sudah mulai berpindah dari barisan depan ke belakang, menghampirinya. Kedua sahabatnya saling melempar cengiran jail sambil menunggu pembubaran upacara bendera selesai. 

“Cieeee... deket sama cowok!” Gista merangkul Aya ketika mereka mulai berjalan kembali ke kelas masing-masing seusai upacara. 

Lihat selengkapnya