Bara dalam Sekam

Al Szi
Chapter #14

HANYA DIA

Kehebohan pagi itu sederhana saja, orang tua Aya heboh mempersiapkan segala keperluan Aya untuk pelatihan Olimpiade lusa. Aya jadi semakin linglung ketika kedua orang tuanya menyuruhnya ini dan itu dalam waktu yang bersamaan. Siapkan buku, siapkan baju, ambil baju yang putih jangan yang hijau karena baju hijau sudah jelek dan Aya harus berpenampilan rapi walau pun hanya sekadar piyama.

“Aduuuh, gak kayak si Teteh, apa-apa bisa sendiri. Harus dibantuin mulu,” keluh ibu Aya sambil menuruni tangga dari ruang jemuran di teras atas menuju kamar Aya. “Nih! Pake yang ini atuh, masa gitu aja harus dikasih tau!”

Aya mendengus kesal setelah ibunya kembali ke bawah. Ia bukan tidak bisa sendiri, hanya saja dia merasa memakai baju apa saja tidak masalah. Ini hanya soal piyama. Siapa juga yang akan melihatnya tidur?

Karena kehebohan itu, yang padahal menurutnya bisa ditunda sampai besok, maka Aya terlambat pergi ke sekolah. Sekali lagi ia diomeli.

“Bapak bilang juga apa, kalau nyiapin itu dari jauh-jauh hari. Ibu kamu kan orangnya teliti. Sekarang gara-gara kamu gak teliti malah jadi bikin telat. Bikin telat Bapak, bikin telat kamu, bikin telat Teteh.”

Aya mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Percuma membela diri. Ia akan kembali menjadi yang bersalah.

Sesampainya di sekolah, gerbang sudah ditutup dan ada guru piket yang sedang membagikan kertas untuk izin masuk di pelajaran ke dua. Aya menerima kertas dari guru piket yang kebetulan adalah guru sejarahnya dan beliau menoyor sayang kepala Aya.

“Aduuuh ieu (ini) si pinter kalaka (malah) telat,” ujar Bu Iis.

“Biasa ibuuu... pagi-pagi mah suka riweuh kalau mau ada pelatihan olim.” Aya nyengir lebar.

“Ah alesannya olim terus, meh teu dicarekan, nya? (biar gak dimarahin, ya?)” Bu Iis menoyor sayang kepala Aya sambil tertawa.

“Da bener, ih, Ibuuuu...” Aya merengut lucu mengundang tawa Bu Iis lagi.

Tiba-tiba dari dalam gerbang Darrel berlari-lari dalam baju olah raganya, diikuti beberapa teman sekelasnya. Tangan kirinya menenteng baju seragam yang sepertinya cowok itu baru saja selesai mengganti baju olah raga untuk pelajaran pertama.

“Ay, kok bisa telat?” Darrel mendekati gerbang sambil mengulurkan tangannya dari sela-sela pagar. Aya mendekati gerbang agar Darrel bisa menyentuh pipinya dengan lembut.

“Biasa... rame di rumah, mau pelatihan.” Aya tersenyum.

“Aduuh... iya bener. Kamu salah bawa kaos kaki?” Darrel terkekeh pelan.

“Ihhh... nanti aja ceritanya. Sana kamu balik kelas.” Aya menepis tangan Darrel yang sudah hapal sekali ritual Aya sekeluarga.

“Heh, heh, heh! Dilarang bermesraan!” Bu Iis tiba-tiba muncul di belakang Aya mebuat dua sejoli itu tersentak kaget.

“Wuuuuuuu!! Wuuuuu!! Darrel bucin!!” Beberapa teman Darrel yang ada di luar mau pun di dalam gerbang mulai menyorakinya.

“Ibuuuuu... cintanya aku jangan dikurung di luar buuuu...” Darrel menggenggam pagar besi seperti narapidana dalam bui.

“Darrel masuk! Kalau enggak kamu ibu keluarin, biar diitung telat,” canda Bu Iis yang memang adalah salah satu guru gaul favorit siswa-siswi SMA Rajamantri.

“Gak apa-apa, Bu. Asal aku bisa sama Ayaaaa!”

“DARREL GEULEUH SIAH MANEH SIGA DRAMA KOREA WAE! (Darrel kamu jijik deh kaya drama korea aja!)”

Lihat selengkapnya