Aya sedang mengupas bawang merah dan bawang putih untuk masak makan malam. Sebentar lagi Bapak dan Teh Arisha pulang dan mereka akan makan bersama seperti biasa. Hari itu kebetulan Aya hanya kuliah sampai siang dan Darrel kuliah sampai sore sehingga Aya bisa segera pulang tanpa harus bertemu Darrel dulu.
Ibu sedang memotong-motong kentang dan sayuran lain untuk memasak kentang goreng balado dan sop ayam. Mereka berdua bekerja tanpa bicara dan TV di ruang tengah yang tidak bersekat ke dapur menampilkan acara gosip sore-sore. Ibunya sedang serius menonton dan Aya pun otomatis jadi mendengarkan juga gosip artis yang sedang dibahas.
“Cantik, sih, ya istrinya.” Ibu tiba-tiba nyeletuk dan Aya mendongak, menatap layar TV dengan penasaran.
Foto wanita cantik dengan rambut aksen pirang terpampang penuh di layar di sebelah foto seorang pria dengan rambut setengah botak yang ternyata adalah suami si wanita cantik. Narasi pembawa acara gosip menyebutkan terjadi kekerasan dalam rumah tangga pasangan artis Dangdut tersebut.
“Siapa, tuh?” Aya yang tidak pernah mengikuti perkembangan dunia hiburan nasional mengerutkan keningnya.
“Itu, lho, penyanyi Dangdut jebolan Akademik Dangdut Indonesia, Venus.” Ibu memasukkan kentang yang sudah dipotong dadu ke dalam baskom kosong berisi air. “Sok-sokan nama bekennya Venus, aslinya mah Yani Andriyani. Sunda pisan.”
“Oh.” Aya kembali fokus dengan bawangnya yang mulai membuat matanya berair.
“Suaminya KDRT. Artis karbitanlah gitu, terkenal gara-gara suka bikin video iseng di mana, sih, namanya? Ige? Intagram?”
“Instagram,” ujar Aya mengoreksi.
“Iya itu! Bogoh teuing eta teh (terlalu cinta itu), jadi KDRT. Ya lalakina emang goreng (cowoknya emang jelek), sih! Takut istrinya diambil orang.” Ibu kembali fokus pada kentangnya sementara Aya menatap layar TV lebih lama.
“Emang kalau terlalu cinta gitu, ya?” tanya Aya masih penasaran.
“Iya. Kan kalau terlalu cinta itu jadi gak mau kehilangan. Saking gak mau kehilangan jadi cemburuan. Saking cemburunya, namanya orang pasti kalau marah enggak sadar. Gitulah cinta, buta.” Ibu mengangkat bahunya.
“Ooh...” Aya mengangguk-angguk sambil terus mengupas bawang. Memikirkan beberapa hari yang lalu ketika ia bertengkar dengan Darrel. Tangannya masih sedikit sakit kalau bergerak terlalu lama. Tapi ternyata Darrel tidak bohong ketika meminta maaf, dia benar-benar takut kehilangan Aya.
Hari itu Aya kuliah siang. Jadwal paginya diundur karena dosennya yang sedang mengisi seminar di luar kota dan baru siang ini dosennya bisa menggelar perkuliahan, langsung dengan pesawat dari Kalimantan. Karena tugasnya yang menumpuk, Aya tidak langsung mengatakan pada Darrel kalau pagi ini kuliahnya diundur. Padahal pengumuman penundaan kuliah sudah diumumkan sejak malam, tapi baru sekitar pukul sembilan ia mengabari Darrel kalau dia tidak jadi kuliah pagi.
Tidak ada maksud untuk menipu, hanya saja Aya harus selalu menemani Darrel kalau jadwal kuliah Aya kosong. Aya tahu, Darrel ada kuliah pukul 9 pagi, maka dari itu dia baru mengabari Darrel mepet waktu cowok itu masuk kelas. Hari ini Aya sedang berusaha menyelesaikan semua tugasnya sebelum pekan depan. Sebentar lagi akan pekan UTS, dan menurut senior-seniornya menjelang UTS biasanya dosen-dosen akan memberikan tugas lebih banyak agar mereka semua tidak ada waktu selain untuk belajar. Aya tidak ingin menumpuk tugas.
Ketika pukul sebelas Aya sudah duduk di dalam bus dengan nyaman, membuka bukunya dan mendengarkan lagu dari pemutar lagu bekas kakaknya, tiba-tiba saja Darrel menelepon. Aya mengerutkan dahi ketika melihat Darrel menelpon bukan melalui WhatsApp, tetapi telepon biasa.
“Halo?”
“KAMU DI MANA SIH!” Darrel membentak sampai-sampai Aya menjauhkan ponselnya sedikit dari telinga dan jarinya berusaha mengecilkan volume telepon.
“Eh, ini di jalan.”
“MAU KE MANA?” Darrel masih membentak dengan sepenuh hati.
“Ke kampus lah!” Aya mulai merasa kesal. Ia tidak tahu apa kesalahannya kali ini yang bisa membuat Darrel memecahkan gendang telinganya.
“BOHONG! SAMA SIAPA?!”
“Sendiri.”
“BOHONG! KAMU DI MANA NGOMONG AJA!”
“Aku lagi di dalem bis, pergi sendiri. Emang gak kedengeran ini aku lagi di jalan?”
“Di dalem mobil orang lain juga di jalan, kan?!” Suara Darrel tiba-tiba menajam.
“Hah? Maksudnya?”
“KAMU LAGI DI MOBIL BARRA, KAN! KAMU DIJEMPUT SAMA DIA DI RUMAH!”
Aya melongo. Kenapa tiba-tiba Darrel samapai pada kesimpulan itu, Aya tidak mengerti. Sesuatu pasti sudah mengusik Darrel sehingga cowok itu tiba-tiba berpikir tidak masuk akal.
“Kenapa kamu mikirnya jelek?” Aya menghela napas.
“Aku chat kamu dari tadi gak dibales, ya! Kamu mulai nipu-nipu aku dengan cara gak bales chat? BASI!”