Bara Ibu Pratiwi

M Musa Al Hasyim
Chapter #9

Komitmen untuk Bangkit dan Melawan

Belum juga kering air matanya, wartawan dari pusat datang menemui Pratiwi. Berkali-kali wartawan memang datang ke rumahnya namun Pratiwi selalu mengabaikan kehadiran mereka. Alhasil tetangga-tetangga Pratiwilah yang diwawancarai pihak wartawan. Para wartawan itu kurang puas dengan jawaban tetangga-tetangga Pratiwi karena mereka bukan anggota keluarga korban. Mereka tidak merasakan apa yang Pratiwi rasakan. Mereka memang saksi mata, mereka melihat langsung proses pencarian dan mereka turut merekam upaya pencarian, tapi mereka tidak memiliki ikatan yang kuat dengan korban.

Kedatangan wartawan tidak akan bisa mengembalikan Bumi, begitulah jalan pikiran Pratiwi. Mereka hanya menjual air mata kesedihan Pratiwi untuk dikonsumsi banyak orang. Apalagi Pratiwi paling tidak suka dengan pertanyaan-pertanyaan template dari mereka. Wartawan waras mana yang bertanya, bagaimana perasaan anda? kepada orang yang baru terkena musibah. Anak kecil baru bisa ngomong saja akan tahu jawabannya, setiap orang yang ditimpa musibah pasti akan sedih. Belum lagi pertanyaan yang dikait-kaitkan dengan mistis seperti apakah ada firasat sebelum X meninggal dunia? Ya, hampir semua wartawan di negeri ini selalu menyantumkan dua pertanyaan yang sama sekali tidak penting bagi Pratiwi. Kedua pertanyaan itu justru akan membuka luka Pratiwi dan menambah daftar kejengkelannya.

Kali ini wartawan yang datang bukan sembarang wartawan. Wartawan ini bukan berasal dari surat kabar, berita daring, atau stasiun televisi besar yang biasa Pratiwi baca atau saksikan. Wartawan ini datang dari sebuah organisasi dunia yang fokus pada masalah lingkungan hidup. Green Calm namanya. Pratiwi baru dengar ada organisasi seperti itu. Menurut penuturannya, Green Calm sering mengadakan kampanye menentang rezim atau perusahaan yang tutup telinga soal perubahan iklim, abai terhadap kebijakan hijau, dan rakus dalam eksplorasi sumber daya alam.

Aksi-aksi Green Calm tersebar di seluruh dunia dan mereka baru beberapa tahun ini membuka cabang di Indonesia. Indonesia dipilih olehnya karena Indonesia adalah paru-paru dunia. Hutan di Indonesia tersebar di semua wilayah dan tidak semuanya dalam kondisi baik-baik saja. Entah kenapa Green Calm baru datang ke Indonesia padahal Indonesia sangat membutuhkan Green Calm sejak dulu. Green Calm berkantor pusat di Swiss. Pratiwi tahu negara itu tapi ia tidak bisa membayangkan seberapa jauh jarak dari Swiss ke Kalimantan Timur tempatnya berada.

Green Calm turut membawa kamerawan yang akan mengambil gambar video dari setiap sudut Indonesia yang rusak. Gambar-gambar itu akan dikumpulkan dan disatukan menjadi sebuah film dokumenter, kali ini tema besar yang mereka ambil adalah tentang penambangan batu bara di Indonesia dan dampaknya bagi lingkungan sekitar. Kali ini mereka menyambangi Bukit Surgawi setelah mendapat kabar bahwa Pratiwi baru saja kehilangan cucu tercintanya yang tewas tenggelam di kubangan bekas penambangan batu bara terbuka.

Tim Green Calm datang tidak sendiri. Mereka turut menggandeng komunitas lokal. Komunitas lokal yang dimaksud adalah Alibi atau Aliansi Ibu-Ibu Menolak Tambang Berlebih. Komunitas Alibi pusat berada di Bogor Jawa Barat, sementara Komunitas Alibi cabang Kalimantan Timur berkantor pusat di Samarinda. Alibi cabang Kaltim berjarak sekitar tiga puluh kilometer dari Bukit Surgawi atau selisih dua kota atau kabupaten dari tempat Pratiwi berada.

Nama Aliansi Ibu-Ibu Menolak Tambang Berlebih terdengar unik, Pratiwi menyukainya karena hakikat seorang ibu adalah memberi kelahiran dan menyebar kasih sayang. Atas dasar itulah Pratiwi tidak segan membuka pintu rumahnya untuk mereka. Sekarlah yang membawa mereka ke rumah Pratiwi dan Sekar pula yang meyakinkan Pratiwi bahwa wartawan kali ini bukan sekadar wartawan yang menjual air mata, mereka membawa pesan perjuangan yang nyata kepada seluruh dunia.

Sekar memang tidak pernah berhenti-hentinya memberi dukungan penuh kepada Pratiwi. Selain karena Pratiwi adalah teman pertama Sekar yang sama-sama ikut program transmigrasi di Bukit Surgawi, Pratiwi juga kerap kali membantu Geg Citra yang kehilangan sosok ayah sejak lahir. Pratiwi selalu menganggap Geg Citra sebagai anaknya, apalagi Pratiwi tidak memiliki anak perempuan. Pratiwi tak pernah lelah membantu Geg Citra mulai dari memberinya uang untuk membeli seragam di kota kecamatan, meminjaminya uang untuk ikut seleksi kerja sebagai TKW di Hongkong meski Geg Citra gagal, sampai menemaninya saat dirinya sedang dirawat di rumah sakit.

Sekar menganggap Pratiwi sebagai saudaranya, sebagai keluarganya di tanah Borneo yang jaraknya beratus-ratus kilometer dari kampung halamannya di Pulau Dewata. Maka tak heran ketika Pratiwi kehilangan Bumi, kali ini Sekar yang berbalik menolongnya, menolongnya keluar dari kesedihan tak berkesudahan. Meski di awal-awal terlihat sulit, lambat laun Pratiwi luluh juga. Pratiwi sudah mau membuka lembaran barunya.

Sekar pula yang meyakinkan Pratiwi untuk bangkit melawan, tidak sekadar pasrah menerima takdir. Sekar selalu mengingatkan bahwa ia tidak boleh terlalu cinta kepada Sadewa sampai mengabaikan segalanya. Sadewa bukan anak berbakti dan tidak seharusnya Pratiwi menuruti semua permintaan Sadewa, menuruti keinginan Sadewa supaya Pratiwi tutup mulut soal kubangan bekas galian tambang batu bara terbuka yang tidak direklamasi oleh perusahaan tempat Sadewa bekerja selama ini. Perlahan-lahan Pratiwi tersadarkan. Kedatangan Green Calm dan Alibi seolah-olah membuka jalan Pratiwi untuk melawan ketidakadilan eksplorasi tambang batu bara terbuka.

“Perkenalkan aku Josh, Manajer Kampanye Green Calm Indonesia,” ujar sosok pria bule yang ternyata jago berbahasa Indonesia. Josh meskipun bule, dia sudah lama tinggal di hutan-hutan lebat di Kalimantan Tengah. Kecintaannya terhadap hewan primata asal Indonesia, membuatnya tak pernah lelah melindungi alam Indonesia dari kerusakan melalui program-program berkelanjutan. Akhirnya ketika Josh ditawari kesempatan untuk membuat program yang jauh lebih berdampak luas berada di depan matanya, ia tidak menyia-nyiakannya dan ia berpindah ke Jakarta demi bergabung ke dalam tim inti Green Calm Indonesia.

Lihat selengkapnya