Bara Ibu Pratiwi

M Musa Al Hasyim
Chapter #19

Bara Ibu Pratiwi 1

Alam sepertinya sedang berpihak pada Pratiwi. Perusahaan tambang batu bara benar-benar kewalahan menghadapi peserta aksi demo. Preman-preman yang ditugaskan tidak bisa bertindak di luar kewajaran. Mereka tidak seperti biasanya yang banyak memerintah dan mengatur. Kali ini mereka tidak boleh sembarangan memukul orang atau memaksa peserta membubarkan diri. Ada banyak pasang kamera, dan jurnalis di mana-mana.

Begitu pula dengan polisi. Para polisi hanya bisa mengatur agar aksi demo tidak berakhir ricuh. Mereka yang berada di barisan pendukung perusahaan tambang batu bara tidak bisa berbuat banyak. Mereka tidak ingin terlihat mencolok. Mereka dibayar oleh rakyat—bukan perusahaan—maka mereka harus terlihat selalu membela rakyat meski uang-uang dari perusahaan sudah lari ke dompet mereka.

Akhirnya perusahaan tambang batu bara memilih mundur sejenak setelah negosiasi tidak menemukan hasilnya. Bagaimana negosiasi itu berhasil, mereka hanya menawarkan sesuatu yang jelas-jelas lebih menguntungkan perusahaan tambang batu bara ketimbang mendahulukan kepentingan masyarakat kecil.

Pratiwi ditawari pekerjaan sebagai tim pencatatan keuangan di perusahaan asalkan sawahnya dan beberapa sawah lainnya diserahkan kepada perusahaan. Pratiwi menolak tawaran itu, jika ia mendapatkan pekerjaan lantas bagaimana dengan petani-petani lain, tidak mungkin perusahaan menampung seluruh petani untuk bekerja di perusahaan tambang batu bara. Pratiwi yakin, tawaran itu berasal dari Sadewa. Sadewa telah menghubungi pesuruhnya. Sadewa tahu Pratiwilah dalang di balik aksi demo tersebut. Sadewa pikir Pratiwi bakal luluh dengan permintaan itu, tapi Pratiwi bukan Pratiwi dulu lagi. Ia tidak akan dengan mudah menerima permintaan Sadewa, sekalipun dia anaknya sendiri, darah dagingnya sendiri.

Setelah mundur hari itu, perusahaan berencana akan datang kembali lagi ke Bukit Surgawi, entah kapan. Mereka mengantongi surat pembebasan lahan sebagai dasar kekuatan hukum untuk mengeruk sawah-sawah di Bukit Surgawi. Mereka sangat kebal terhadap hukum. Hukum saja bisa dibeli. Setidaknya hari itu Pratiwi dan beberapa aksi demo bisa bernapas lega. Mereka tinggal menyusun rencana berikutnya supaya sawah-sawah di Bukit Surgawi benar-benar aman.

***

Hari itu adalah hari bersejarah bagi Pratiwi dan masyarakat desa Bukit Surgawi. Mereka sadar bahwa mereka tidak boleh bergerak sendiri-sendiri, mereka harus bersatu padu menghadapi tambang batu bara terbuka. Perjuangan masih akan terus berlanjut karena perusahaan tambang batu bara masih belum puas dengan keuntungan yang sudah mereka dapatkan selama ini—sebuah keuntungan hasil dari mengeruk kekayaan alam negeri.

Hari itu, aksi demo ditutup dengan makan bersama. Ayam goreng yang dimasak semalam mereka nikmati bersama meski sudah tidak sesegar tadi malam tapi rasanya masih enak. Lezatnya ayam berpadu dengan cuaca mendung. Awan-awan gelap menemani peserta aksi demo. Awan-awan itu tidak ingin membiarkan peserta aksi demo kepanasan.

“Kalau dari dulu kita kompak seperti sekarang, barangkali sawah saya di Blok 7 tidak akan menjadi kubangan danau bekas tambang batu bara seperti sekarang. Saya tidak mendapat ganti rugi yang sepadan, malah saya rugi bandar. Saya menyesal kenapa dulu saya menerima begitu saja tawaran mereka,” jelas Iqbal, transmigran asal Lombok yang sekarang beralih profesi menjadi tukang tambal ban setelah sawahnya habis terjual.

Iqbal memang menyerahkan sawahnya dengan tanpa paksaan. Ia mau saja menerima tawaran penjualan sawah karena waktu itu ia memang sedang dalam keadaan darurat. Anaknya dirawat di rumah sakit dan harus segera mendapatkan uang di hari itu juga. Kalau ia bisa kembali ke masa lalu, ia lebih memilih meminjam uang ke bank dan tetap mempertahankan sawah miliknya. Bisnis tambal ban yang digeluti Iqbal tidak menguntungkan. Iqbal kalah dengan bisnis tambal ban yang lebih besar. Namun Iqbal juga sebenarnya tidak begitu ingin kembali menjadi petani karena ia tahu panen sering menemui masalah. Banyak petani yang dikenalinya sering mengeluhkan kondisi sawah mereka. Para petani sedang berada di ambang kegagalan panen untuk periode-periode berikutnya.

Cerita-cerita dari Bukit Surgawi mengalir hari itu. Mereka tidak menyangka bahwa mereka sebenarnya satu nasib seperjuangan. Mereka sama-sama dirugikan baik secara materi maupun non materi atas kehadiran tambang batu bara terbuka di desa mereka.

Hari itu aksi demo ditutup dengan ucapan syukur tiada henti.

“Terima kasih, hari ini kita sudah banyak mendapatkan bahan konten. Aku yakin konten ini akan viral. Alibi dan Green Calm bersatu mendokumentasikan dan menarasikan kejadian hari ini. Semoga dunia semakin tahu bahwa apa yang sedang terjadi di Bukit Surgawi adalah tugas semua manusia, karena ini berhubungan langsung dengan bumi tempat kita tinggali satu-satunya. Tugas ini benar-benar mendadak dan harus segera dicari solusi jalan keluar secepatnya,” ucap Fairuz. Kamerawan Green Calm yang beberapa waktu lalu mengunjungi rumah Pratiwi itu akhirnya kembali lagi ke Bukit Surgawi. Fairuz datang bersama timnya namun Josh absen karena ia masih ada urusan yang perlu diselesaikan di Batang. Kulit Fairuz semakin menghitam, barangkali ia sering berada di bawah terik matahari, berpanas-panasan untuk mendokumentasikan kerusakan-kerusakan alam di Nusantara.

“Kami juga tidak lelah-lelahnya mengadakan audiensi dengan pemerintah pusat. Ini tidak mudah karena banyak pejabat yang ternyata kecipratan dana segar tambang batu bara terbuka. Dana itu sangat berguna untuk menyukseskan kampanye pemilihan kepala daerah di periode-periode selanjutnya,” ungkap Laili perwakilan Alibi pusat yang ikut datang meliput aksi demo hari itu. Laili datang jauh-jauh dari Bogor untuk mengikuti aksi demo hari itu.

“Setelah dari sini, rencananya kami akan melakukan audiensi dan negosiasi di kantor pemerintahan provinsi. Kami akan mendesak supaya pemprov membuat kebijakan tegas kepada perusahaan tambang batu bara untuk segera menimbun ulang kubangan bekas tambang batu bara dan menyudahi izin pembukaan tambang di titik-titik baru,” jelas Titi perwakilan Alibi dari Samarinda. Titi berasa nostalgia dengan aksi demo yang mereka lakukan kemarin-kemarin. Titi sangat kagum dengan kekompakan warga Bukit Surgawi dalam melawan tambang batu bara. Dalam hatinya, Titi membanding-bandingkan demo di Bukit Surgawi dan di depan kantor gubernur Kaltim beberapa waktu yang lalu. Andai saja demo waktu lalu bakal sesukses demo di Bukit Surgawi, barangkali gubernur akan langsung membuat klarifikasi langsung di hari itu juga.

“Sekar, Ketut, dan Bumi pasti sedang menyaksikan semua ini!” pungkas Pratiwi menutup aksi demo hari itu. Ia segera kembali ke rumahnya untuk beristirahat. Aksi demo ternyata melelahkan juga. Sementara itu tim Alibi Pusat, Alibi Kaltim, dan Green Calm segera meluncur ke Samarinda. Mereka akan menindaklanjuti kelakuan perusahaan yang belum tobat-tobat juga.

Lihat selengkapnya