Bara Segara

Tsugaeda
Chapter #1

Bab 1

Perairan Teluk Aden

Firasat Hanafi sudah tak enak sejak memasuki perairan di Teluk Aden dari arah Laut Arab. Sebagai nakhoda berpengalaman, ia sudah berulang kali membawa kapal melalui rute ini. Namun, baru kali ini ia melintasinya dalam kondisi sepi. Di radarnya tak tampak ada satupun kapal lain. Padahal biasanya ia akan mendapati ada saja kapal peti kemas atau armada patroli dari negara-negara lain. Bahkan, jika beruntung, akan ada kapal induk Amerika lengkap dengan jet tempurnya berkeliaran di sekitar sana. 

Sebetulnya ia sudah mendapatkan peringatan radio dari syahbandar Pelabuhan Jebel Ali bahwa sebaiknya laju kapal ditunda empat jam. Dia sebutkan bahwa pada waktu sekarang ini, rute sedang vakum, tidak ada patroli, berbahaya bagi kapal komersial.

Namun, itu pilihan sulit bagi Hanafi. Jika menunda sampai empat jam, justru perjalanan akan lebih berbahaya. Prakiraan cuaca yang didapatkan sebelumnya menyebutkan nanti sore akan ada badai sedang. Lebih lagi, jika perjalanan terhambat, bisa-bisa ia harus melalui Tanduk Afrika saat matahari terbenam. Perusahaan pemilik kapal tidak akan setuju. Dia pun khawatir karena pilihan itu lebih berisiko. Itulah sebabnya ia bersikeras tetap meneruskan perjalanan di siang hari ini. 

Langit yang biru cerah dan permukaan air yang kalem agak menenangkannya. Namun, malang tak dapat ditolak, pukul 11.00 waktu setempat ia mendengar keriuhan dari geladak.

Hanafi keluar dari ruang kemudi, mendapati salah satu ABK tergopoh-gopoh mendatanginya di anjungan. 

“Ada apa?” tanyanya.

“Bajak laut! Arah timur laut!” seru ABK tersebut, wajahnya pucat pasi.

Hanafi tersentak. Ia sontak kembali ke ruang kemudi dan mengambil binokular. Dari jendela yang ada di situ ia memandang kejauhan, di timur laut, dengan binokularnya. Tampak lima perahu cepat sedang mendekat. Di dalam masing-masing perahu itu terlihat sekitar empat sampai lima laki-laki Afrika, menenteng senapan. 

Jantung Hanafi berdetak kencang. Ia memelesat keluar dan memeriksa situasi di geladak. Saking terburu-burunya, pria berusia 42 tahun ini nyaris terjerembab ketika menuruni tangga. 

Di geladak ia menjumpai beberapa ABK berdiri di pinggir dan mengacung-acungkan linggis, parang dan kapak. Mereka mencoba menakut-nakuti para perompak itu.

“Buang! Buang!” seru Hanafi. 

Para ABK kebingungan dengan perintah kapten mereka itu.

“Mereka bawa AK, kau bisa langsung mati kalau melawan! Buang semua!” teriak Hanafi lebih keras, mencoba menutupi ketakutannya sendiri.”

“Lalu kita harus bagaimana, Kep?” tanya salah satu dari mereka dengan suara bergetar.

“Mana Mas’ud?”

Mereka saling menoleh mencari Mas’ud sang Mualim 1, atau first officer kapal.

“Saya di sini!” seru seorang laki-laki kurus yang tergesa-gesa menghampiri.

“Mas’ud, kita gerak cepat. Kau koordinasikan ke semua ABK perihal situasi darurat. Informasikan soal bajak laut yang mendekat, dan perintahkan jangan ada yang melawan. Buang atau sembunyikan semua benda yang bisa jadi senjata. Jangan sampai kawan-kawan baru kita itu terprovokasi. Yang penting sekarang adalah keselamatan ABK. Kau lakukan itu cepat! Saya akan kirim pesan SOS.”

Lihat selengkapnya