Bara Segara

Tsugaeda
Chapter #2

Bab 2

Universitas Indonesia, Depok

Tatkala kebanyakan manusia menyambut Hari Senin dengan muka kusut, Aji justru melalui paginya dengan hati ringan menjurus masa bodoh. Paling tidak, itu yang terlihat dari luar bagi orang-orang yang menyaksikan penampilan dan cara ia berjalan menuju tempat kerjanya. 

Laki-laki itu baru saja berulang-tahun ke 35 dua hari lalu. Tidak ada yang tahu dan peduli. Bahkan dirinya sendiri pun tak mengingatnya. Ia merasa itu tak penting ketika tak ada yang berubah dari kehidupannya dan caranya menjalani hari. 

Pagi itu ia berjalan dengan bersiul-siul di jalan setapak antara Stasiun UI dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Ia sebelumnya turun dari kereta Commuter Line dan sedang menuju tempat kerjanya. Batik modern lengan pendek, celana jeans dan sepatu kets masih jadi busana andalannya. Earphone tanpa kabel menempel di kedua lubang kupingnya. Lagu tahun 2009 dari Muse berjudul Uprising sedang menghentak di gendang telinga dosen itu. Siulannya terdengar mengikuti alunan sang vokalis. 


Another promise, another scene

Another packaged lie to keep us trapped in greed

And all the green belts wrapped around our minds

And endless red tape to keep the truth confined

So come on!


Setibanya di kampus, serombongan mahasiswa menyapanya ketika mereka berpapasan. Aji hanya menanggapi dengan anggukan. Ia terus melanjutkan langkah cepatnya menuju ruang dosen di lantai 2 Gedung X. 

Di depan ruang dosen, seorang mahasiswi sedang duduk dan langsung berdiri begitu melihat Aji. Gadis itu cepat-cepat merapikan rambut dan kerah kemejanya. 

“Pagi, Mas.”

Sudah menjadi kebiasaan di FISIP UI sejak dulu untuk memanggil dosen dengan sapaan Mas atau Mbak, tak peduli berapa usia mereka. 

Morning, Rini.” jawab Aji.

Gadis itu mengikuti Aji masuk ke ruang dosen hingga ke meja kerjanya. Ia sudah tiga bulan lebih menjadi asisten perkuliahan untuk Aji. Namun, sampai sekarang ia masih takjub dengan gaya nyentrik pria yang masih single di usianya ini. Aji tak pernah membawa tas atau apapun ke kampus. Ia selalu hanya membawa dirinya saja. 

“Ngajar apa ya hari ini?” tanya laki-laki itu.

Rini dengan sigap menaruh kertas silabus salah satu mata kuliah yang sudah diberi highlight dengan stabilo untuk pertemuan hari ini. Aji mengambil dan membacanya sekilas, lalu menaruhnya lagi, seolah tak tertarik. 

“Kopi, Mas,” kata Rini menyodorkan kopi dalam gelas kertas tertutup.

“Hah?”

“Pakai almond milk. Enak.”

“Ada angin apa ini?” tanya Aji mengambil kopi itu dan menyeruputnya. 

Rini mengambil tumpukan kertas yang sudah ada di sisi belakang meja kerja Aji dan menaruhnya di depan.

“Mau ngingetin aja. Ini tugas proposal makalah akhir mahasiswa belum dicek sama sekali. Harusnya kelar hari ini, supaya bisa kasih feedback ke mereka di kelas.”

Lihat selengkapnya