Bara Segara

Tsugaeda
Chapter #11

Bab 11

Kantor PT Samudera Mas, Cilincing, Jakarta Utara

Dua hari berselang setelah pertemuan dengan Aryo, Bella mendatangi kantor PT Samudera Mas yang terletak di bagian depan kawasan industri area Cilincing. Ia telah mendapat kesempatan untuk berbicara dengan direktur utama dari perusahaan yang kapalnya tersandera tersebut. 

Bella sebetulnya telah siap-siap untuk melakukan wawancara langsung. Ia bahkan mampir ke kantornya dulu untuk mengambil perangkat kamera siaran. Semua akan dilakukannya sendiri. 

Melakukan multitasking begini bukan hal baru baginya, apalagi ketika dulu ia merintis sebagai jurnalis lapangan junior. Memang di dunia media begini, tidak setiap saat sumber dayanya tersedia. Semua staf harus siap berperan ganda. 

Namun, ketika ia sudah dalam perjalanan, Pak Ginting tiba-tiba mengabari jika ia hanya bersedia bicara tanpa sorotan kamera. Jika Bella ingin bicara, direktur itu tidak bersedia mukanya masuk TV, atau bahkan namanya disebut sebagai narasumber. Bella kecewa, tetapi ia tetap mengiyakan, karena bagaimanapun juga kesempatan ini bisa jadi pintu masuk untuk mendalami informasi yang lebih penting.

Apalagi jika beliau tidak mau diwawancara langsung, bukankah itu artinya memang ada sesuatu yang serius dan disembunyikan? 

Ia ditemui Ginting di ruang kerjanya. Tampak sekali Ginting sedang banyak pikiran. Kalau saja tidak dibantu oleh Aryo, Bella yakin orang ini tidak akan mau meluangkan waktu menemuinya di situasi krisis begini.

“Terima kasih Bapak sudah menyempatkan diri untuk saya temui. Saya yakin Bapak sedang sangat sibuk sekarang, terkait dengan kapal MV Sinar Fajar.”

“Betul sekali, Mbak Bella. Terus terang saya sudah beberapa hari ini kurang tidur. Silahkan jika ada yang ingin ditanyakan, saya akan berusaha jawab sesuai pengetahuan saya. Cuman seperti yang sudah diberitahu sebelumnya, kami belum siap untuk wawancara, apalagi live. Kondisi di lapangan masih dinamis sekali. Kami khawatir salah mengeluarkan pernyataan, bisa berdampak bagi keselamatan ABK.”

“Baik, tidak apa-apa, Pak. Saya ingin mulai dengan bertanya bagaimana suasana ketika perusahaan pertama kali mendapatkan info kapal telah dibajak?” 

“Awalnya kami sudah dapat info sekitar satu jam setelah pembajak mengambil alih kapal. Kru yang memonitor di sini menerima pesan dari ruang kemudi kapal. Pesannya bahwa kapal telah dibajak, ABK dalam kondisi baik-baik saja, tidak ada yang terluka, dan mereka minta tebusan tiga juta dolar. Setelah itu masalah ini dilaporkan ke manajemen, sampai sekitar setengah jam kemudian sampai ke telinga saya. Kami langsung verifikasi kebenaran info ini ke berbagai pihak, termasuk rekan perusahaan yang lain. Kira-kira kurang dari sejam kami sudah yakin ini sungguhan.”

“Apa rencana perusahaan waktu itu?”

“Seluruh pimpinan saya ajak rapat darurat. Saya laporkan juga perkara ini ke induk perusahaan, ya ke papanya Aryo itu. Di tengah rapat itu kami tahu Presiden sedang menyampaikan kabar jika pemerintah sedang menyiapkan opsi, termasuk opsi militer. Sampai saat itu belum ada pihak pemerintah yang menghubungi. Tapi tak lama kemudian saya dapat telepon dari Kementerian Luar Negeri, lalu dari TNI, lalu ada dari polisi. Itu yang saya tahu, ya. Karena pimpinan lain juga menerima banyak telepon dari mana-mana, dari instansi pemerintah.” 

“Apa hasil pembicaraan dengan pihak pemerintah?” 

“Kami diminta untuk tetap membuka ruang negosiasi dengan pembajak. Sementara ….”

“Sementara?”

“Wah, saya gak berani bilang, apalagi ke media. Saya khawatir karena ini sepertinya urusan confidential dari sisi pemerintah.”

Bella mengangguk-angguk sembari menulis di buku catatannya. “Pemerintah akan kirim tentara, ya, Pak?”

Ginting terkejut dengan tebakan perempuan itu.

“Tenang saja. Saya tidak akan mencatat kalau Bapak bilang begitu. Ini sudah jadi desas-desus di kalangan wartawan. Belum tentu juga kami akan umumkan. Tidak semua informasi akan langsung kami beritakan, kok, Pak. Semuanya akan kami olah dulu. Selain masalah akurasi, juga ada pertimbangan dampaknya.”

Melihat Ginting yang masih tegang, Bella pun menutup buku catatannya, dan berkata, “Begini saja, Pak. Saya tidak mencatat lagi. Saya juga tidak pasang alat perekam. Bapak mungkin ingin berbicara off the record? Saya tidak bisa memasukkannya ke dalam berita. Mungkin hanya akan saya gunakan sebagai petunjuk untuk mencari tahu lebih dalam ke sumber-sumber lain. Jadi, posisi Bapak aman.”

Ginting kini tampak agak lega. Kemudian ia berkata, “Memang ada pembicaraan jika tentara akan dikirim untuk membebaskan kapal. Tetapi kami tetap diminta untuk bernegosiasi dengan tujuan mengulur waktu. Padahal sebelumnya kami di internal sempat kuat mempertimbangkan untuk memenuhi permintaan pembajak senilai tiga juta dolar itu. Pertimbangan kami, melihat kasus-kasus sebelumnya, jika permintaan tebusan dipenuhi, memang biasanya kapal akan dibebaskan. Walaupun memang ada kasus-kasus di mana itu tidak terjadi. Mereka tetap memeras. Tapi jika dilihat dari persentasenya, yang seperti itu kecil. Kebanyakan bisa selesai dengan membayar.” 

Lihat selengkapnya