Bara Segara

Tsugaeda
Chapter #15

Bab 15

Pembajakan MV Sinar Fajar masih menjadi topik utama pemberitaan media massa. Setiap hari perkembangan situasinya terus diulas. Para pakar diundang untuk membicarakan. Pejabat-pejabat terus dimintai keterangan. Padahal sebetulnya tidak ada yang baru karena setiap hari hanya mengulang-ulang hal yang sama.

Pemerintah selalu memberikan jawaban diplomatis seperti, “Kami sedang melakukan upaya–upaya maksimal yang terbaik untuk menyelamatkan ABK dan kapal MV Sinar Fajar. Kami harapkan masyarakat mendukung dan mendoakan.” 

Spekulasi demi spekulasi liar terus bergulir dibiakkan oleh media sosial. Narasi yang paling populer menyudutkan pemerintah karena dianggap tidak serius menangani kasus ini. 

Seorang pentolan fraksi di Komisi I DPR RI misalnya, mengecam kelambanan pemerintah. Ia mengeluarkan pernyataan di akun media sosialnya, yang lalu dikutip oleh media massa, “Saya tahu kemarin Perdana Menteri Malaysia dan pimpinan Angkatan Lautnya menawarkan diri membantu membebaskan Sinar Fajar. Mereka, 'kan, punya pengalaman bagus di Selat Malaka dan juga di perairan Somalia sana. Mungkin ini bisa jadi alternatif solusi, tapi kalau buat saya ini tamparan keras bagi harga diri kita sebagai sebuah bangsa besar dan maritim.” 

Pihak pembajak ternyata juga punya strategi untuk bermain mengarahkan narasi publik. Mereka mengizinkan ABK menelepon keluarganya dengan ponsel masing-masing. Pihak keluarga ini mengabarkan kepada awak media sehingga tersiarlah kabar kondisi ABK yang menderita.

Seorang istri dari ABK menceritakan dalam suatu wawancara, “Suami saya mengabari kalau kondisinya dan ABK yang lain selamat. Gak ada yang disiksa. Tapi mereka semuanya stres, ketakutan. Gak nafsu makan. Stok makanan dari kapal masih ada walaupun menipis. Perompaknya ngasih makan juga, tapi katanya udah gak selera karena pikiran. Ada juga katanya dua ABK yang sakit, kena diare sama meriang. Gak bisa diobati yang layak juga. Perompaknya juga katanya masa bodoh, sih.”

“Apa ada informasi tentang keberadaan persisnya mereka ditawan, Bu?” tanya wartawan.

“Gak bisa ngomong soal itu katanya. Diancem sama yang jaga. Ditodong bedil terus. Pokoknya cuman boleh ngabarin kalau selamet, terus minta supaya tebusan dibayar aja.” 

“Padahal, 'kan, orang Somalianya gak bisa bahasa Indonesia ya, Bu. Kalau ngomong juga, 'kan, mereka gak tahu juga harusnya?”

“Iya, sih, tapi kayaknya udah stres semua, ya, jadi ketakutan.”

“Apa harapan Ibu untuk pemerintah?”

“Ya, saya harapannya pemerintah segera bertindak, lah. Tolonglah kami ini, ya suami saya, ya ABK yang lain. Gimana-gimana juga, 'kan, kondisinya di sana gak aman. Mohon sekali dibantu segera.”

Di hari berikutnya Fahri dan Sintya, anak-anak dari nakhoda Hanafi menulis surat terbuka untuk presiden yang disebarkan lewat media sosial:


Lihat selengkapnya