Bara Segara

Tsugaeda
Chapter #17

Bab 17

AEON Mall Tanjung Barat, Jakarta Selatan

Bella tiba di mall baru di wilayah Jakarta Selatan itu tepat pukul 10.00 WIB. Pintu baru dibuka oleh sekuriti dan sebagian besar penjaga tenant masih berdandan atau merapikan dagangan mereka. Kedatangannya yang di awal waktu ini memang sengaja. Orang yang hendak ditemuinya lah yang menentukan lokasi dan jam. Karena ini mall baru dan masih pagi, tidak banyak pengunjungnya. Sedikit pula kemungkinan pertemuan nanti menarik perhatian banyak orang. 

Kebetulan, itu pula yang dikehendaki oleh Bella. Ia sebetulnya suka dengan pekerjaan jurnalisme investigasi seperti ini. Ini pula yang sebetulnya menarik minatnya mulai menjadi wartawan bertahun-tahun lalu. Namun, sejak ia didapuk pula menjadi presenter berita, makin sedikit ruang geraknya di lapangan tanpa dikenali orang. Itu sebabnya, Bella di lapangan suka berdandan yang jauh berbeda dengan personanya di televisi. Seperti saat ini dia memakai T-shirt baseball dan topinya, serta menyandang tas ransel. Berbeda jauh dengan penampilannya sebagai anchor yang selalu anggun.

Bella naik dengan eskalator ke lantai teratas, kemudian dia menaiki tangga menuju rooftop. Di situ masih tak ada orang. Dilihatnya di bawah sana pemandangan Stasiun Tanjung Barat dan jalan utama kendaraan menuju Depok tak terlalu padat. Gadis itu menoleh dan mendapati ada seorang laki-laki separuh baya sudah menunggunya. 

“Selamat Pagi, Pak Dicky. Apakah sudah lama menunggu?”

“Tidak, saya juga baru datang.”    

“Terima kasih sudah berkenan bertemu.”

“Ya, ya,” jawabnya gugup. “Maaf, saya boleh sambil merokok ya. Biar lebih tenang.”

Laki-laki itu mengambil sebatang rokok, menyalakannya dan menghisapnya dalam-dalam.

Dicky yang berusia 48 tahun saat ini menjabat sebagai Kepala Tata Usaha di Direktorat Jenderal yang menjadi perhatian Bella. Pertemuan ini adalah upayanya mencari siapa yang mencari kesempatan mengambil untung dalam pembajakan kapal MV Sinar Fajar. 

“Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya melalui WA, kami menduga ada orang di dalam satgas pembebasan sandera di Somalia yang punya kepentingan sendiri, yang mungkin bisa merugikan misi. Kami punya dugaan, salah satunya mungkin atasan Bapak, yaitu Pak Darma Hadi. Bapak, sebagai orang yang bekerja di direktorat tersebut dan sering menjadi tangan kanan Pak Dirjen, apakah ada komentar atau informasi untuk menyanggah atau mendukung anggapan ini?” tanya Bella.

Dicky menghela nafasnya, “Saya gak bisa tidur semalam. Saya terpikir terus sejak menerima WA dari Mbak kemarin. Saya hampir saja tidak jadi ke sini, tapi akhirnya memberanikan diri.”

“Jadi, memang benar, Pak?”

“Saya pernah ikut satu-dua kali dalam rapat Satgas yang dihadiri Pak Dirjen. Dari hari pertama saja, saya melihat Pak Dirjen gelisah. Lalu dia sibuk telepon sana-sini. Ketemu dengan saudaranya ….”

“Saudaranya ini maksudnya Hasto Hadi?”

Dicky mengangguk.

“Apa alasan kegelisahan Pak Darma Hadi?”

“Ya, beliau, 'kan, punya kakak yang punya bisnis tambang itu. Jadi, kapal yang disandera itu sebetulnya berisi muatan milik kakaknya itu. Beliau tapi menutupi itu rapat-rapat, jangan sampai diketahui oleh orang lain di Satgas.”

“Lalu?”

Lihat selengkapnya