Kantor JKTNews TV, Kedoya, Jakarta Barat
Berbeda dengan rapat-rapat sebelumnya tentang topik ini yang hanya dihadiri tiga orang, kali ini ada orang keempat yang turut hadir. Pria berambut gondrong itu duduk santai di salah satu kursi sembari mengunyah kacang atom. Secangkir kopi telah habis separuh di meja hadapannya. Anto bertubuh ceking dan mengenakan kemeja kotak-kotak lengan panjang yang kedodoran. Ia dikenal murah senyum menampakkan gigi-giginya yang banyak rompal karena pengaruh merokok dan kecelakaan lalu-lintas.
“Apa kabar, To? Kita tuh sekantor tapi kayak gak sekantor. Lu tuh sebenernya kapan aja, sih, datang ke kantornya?” tanya Bella.
Nama Anto sudah fenomenal di kantor berita ini. Pengalamannya bertahun-tahun di lapangan menjadi jurnalis investigasi menjadikannya legenda hidup. Banyak informasi-informasi rahasia yang berhasil ia bongkar karena keuletannya menjalin relasi dengan orang-orang penting, dan juga kelihaiannya memasuki ruang-ruang yang tak bisa dimasuki sembarang orang.
“Yah, lo tau lah, kantor bukan habitat alami gue. Minder ketemu sama yang wangi-wangi.”
“Kayak gue?” seloroh Bella.
“Gak, tapi kayak Juna, David,” potong Rumbeh.
“Anjaay!” seru Anto terbahak-bahak.
“Tapi rambut lo kenapa bisa lebih bagus dari gue, dah? Lo perawatan gak, sih?” tanya Bella.
Makin kencang lah suara tawa Anto, “Gua perawatan apaan? Direndem nanas kali, biar lembut kayak daging kurban.”
Bella, Anto dan Rumbeh serempak terpingkal-pingkal. Hanya Nova yang berusaha menahan diri. Ia kemudian berkata, “Oke, ibu-ibu, mungkin ngerumpinya bisa nanti aja, ya. Kita mulai meeting-nya yuk.”