Indonesia-1, Laut Cina Selatan
Di dalam Pesawat Kepresidenan RI yang tengah mengudara di sekitar wilayah Filipina, Dwi Septiani kembali ke kursinya setelah berbincang dengan Presiden. Rombongan saat ini terbang kembali ke Indonesia setelah melakukan kunjungan ke tiga negara, Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan.
Baru saja ia duduk, Dimas mendekatinya dan mengangsurkan telepon genggam dinas, “Izin, Bu, ada telepon dari Pak Budi, BIN.”
Dwi mengangguk dan mengambil ponsel itu dan menjawabnya, “Halo, dengan Dwi.”
“Selamat malam, Bu. Bagaimana situasi dan posisi?”
“On the way to Jakarta. Estimasi dua-tiga jam lagi mendarat. Ada info apa, Pak?”
“Sudah lihat berita di televisi, Bu?”
“Belum,” Dwi menoleh ke kanan-kiri pada stafnya, mencoba mencari tahu apakah ada berita di TV yang dilewatkannya. Ternyata orang-orang di pesawat itu juga belum ada yang tahu.
Melalui sambungan telepon itu, Budi Sutrisno menceritakan isi liputan investigasi dari JKTNews TV. Dwi tertegun mendengarkan ada dugaan kuat salah satu anggota dari Satgas, yaitu Darma Hadi, yang punya niat berbeda dengan tujuan operasi pembebasan. Ia semakin kaget ketika mengetahui ada dugaan keterkaitan dengan penyelundupan nikel dan keterlibatan orang-orang politik. Perempuan itu benar-benar baru mengetahuinya saat ini.
“Demikian ringkasannya, Bu Menlu. Setelah ini Presiden akan kami berikan brief-nya. Namun, saya memutuskan untuk menelepon Ibu dulu agar sudah ada gambaran ketika Bapak nanti ingin mengajak bertukar pikiran di pesawat.”
Setelah berpikir sejenak, Dwi bertanya kepada lawan bicaranya. “Posisi Bapak bagaimana?”
“Saya tegak lurus pada perintah Presiden.”
“Berarti kita sama.”