Tya tak tahu mengapa ragu melanda, padahal ini adalah suatu bahagia. Pikiran yang tak jelas berkecamuk, seolah dirinya akan pergi terasingkan ke tempat yang tidak ada manusianya. Tapi bukan itu yang menjadi alasan kuat atas keraguan hatinya. Melainkan dia, rasanya sulit sekali untuk meninggalkan lelaki yang sudah dua tahun itu menjaga dirinya selama ini, Tya takut kehilangannya, Tya tak sanggup jika lelaki itu pergi dari dirinya.
Sebulan yang lalu pengumuman di situs resmi sudah keluar, namanya ada di sana. Peringkat satu. Tya lulus menjadi CPNS, menggapai cita-cita yang ia inginkan. Menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, mencerdaskan anak bangsa. Tya tak tahu mengapa hatinya menetapkan pilihan untuk menjadi guru di sana, jauh dari orang tua dan juga lelaki itu. Waktu itu tekadnya sangat kuat, meski Ibunya melarang, tapi Tya kekeuh tetap ingin mendaftar di sana. Tya perempuan yang suka akan tantangan, baginya di sanalah tempat yang cocok untuk mengaplikasikan ilmu yang ia dapat semasa kuliah. Tapi sekarang, ragu melanda. Tya tak sanggup meninggalkan atau bahkan kehilangan lelaki itu.
Meongg... meong.. meongg..
Ponselnya berbunyi, nada dering sengaja ia pilih suara kucing. Sebab kucing hewan yang sangat Tya sukai. Seketika ia melihat layar ponsel, ternyata lelaki itu yang menghubunginya-Rega. Lelaki yang sangat mengerti dan mempedulikannya selama dua tahun ini.
“Ada apa?” Jawab Tya saat telepon baru saja tersambung.
“Sore ini kamu sibuk nggak?” Tanya Rega.
“Enggak, emang kenapa?”
“Aku mau ketemu”
“Di mana?” Tya bertanya.
“Nanti aku jemput kamu”.
“Iya, jam berapa Rega? Biar aku bersiap-siap nanti”.
“Jam 2 Tya.” Rega memastikan.
“Oke, aku tunggu.”
“Sip”. Tutupnya
Tya tak tahu ini apa, Rega tak pernah mengungkapkan jika ia mencintainya, menginginkan ia jadi pacarnya atau ingin menjadi pacar Tya. Tapi rasa ini tak bisa dibohongi, Tya mencintainya. Bukankah pengungkapan hanya untuk remaja labil, cinta monyet anak smp atau remaja sma yang baru puber. Begitulah isi pikiran Tya. Ia merasa jika ia telah menginjak usia dewasa, Tya juga yakin pemikiran Rega sama dengan dirinya. Cinta tak perlu di ungkapkan, sebab perasaan dapat merasakan hal yang tak terasa oleh indera.
Meski telah berlangsung lama, tapi masih terekam jelas oleh Tya perkenalan mereka yang tak sengaja kala itu, perkenalan atas dasar kemarahan, mungkin kebencian. Tapi sekarang, perekenalan itu berujung cinta yang begitu dalam bersemayam.
***
Siang itu suasana ramai sekali, hari libur kuliah-hari minggu. Semuanya terlihat antusias, pergi ke gedung serbaguna kampus. Tempat yang biasa digunakan oleh tokoh besar untuk memberikan kuliah umum pada mahasiswa, atau hanya sekadar seminar. Pun hari ini, meski suhu berbeda dari biasanya. Lebih panas, cuaca terik. Banyak para remaja, pun orang dewasa berdatangan. Hari ini akan diadakannya seminar kepenulisan oleh Boy Candra, di Universitas Bengkulu. Tya pun begitu.
“Tiketnya mbak”. Tanya perempuan yang duduk dihadapannya, terpisah oleh meja yang di atasnya terlihat tumpukan rapi novel terbaru Boy Candra. Sembari tersenyum.