"Seharusnya putraku yang ditawarkan menikah dengan Yang Mulia Putri bukan Baron!"
Rosalia tercengang sembari menahan nyeri yang menjalar disekitar permukaan pipinya. Veronika menggeram kesal dengan telunjuk mengacung ke arah wajahnya.
"Aku sungguh membenci keluargamu, Rosalia. Terutama kepada Adam Gevariel, dia telah merebut kebahagiaan milikku dan pergi tanpa mengucapkan apapun!" ucap Veronika penuh penekanan dan bernada tinggi. Amarah telah menguasai dirinya apalagi ketika menyebut nama Ayah Rosalia.
"Ayah? Apa yang telah dia lakukan kepada anda?"
"Jadi kau penasaran?" Veronika menaikkan salah satu alisnya. "Ayahmu itu adalah seorang pria bedebah!"
Rosalia menggeleng merasa tidak terima dengan cemoohan wanita itu ikut memekik. "Hentikan! Jangan asal bicara anda tidak mengetahui apapun tentang Ayah!"
"Tutup mulutmu gadis kecil." Veronika menangkup wajah Rosalia kasar. "Kau tidak perlu tahu, cukup ikuti saja perintahku. Jauhkan kakakmu dari Tuan Putri. Jika tidak ... pelayan kesayanganmu akan menanggung semuanya dan mungkin kau juga."
Ancaman pada kalimat terakhir itu berhasil membuat Rosalia mati kutu. Dia hanya bisa mengangguk patuh meskipun bertolak belakang dengan isi hati. Veronika menyeringai kemudian berlalu meninggalkannya dalam keadaan kalut marut. Rosalia menggigiti jemari kukunya gusar. Lalu gadis berambut pendek sebahu itu bergegas mendorong kursi rodanya menuju kamar.
Dia tidak sanggup lagi menyembunyikan masalah ini sendirian. Rosalia pikir akan lebih aman bila memberitahukan hal tersebut kepada Norvin melalui surat. Jika secara langsung dia takut ada seseorang yang akan mengawasi perbincangan mereka.
Rosalia menyambar sebuah pena dari bulu ayam dengan tangkai cekung yang runcing pada bagian ujungnya lalu menggoreskan perlahan ke permukaan kertas. Banyak surat yang gagal karena efek dari tangannya yang sedikit gemetaran. Dia terus mencoba sampai selesai menuliskan semua apa yang dia alami selama di istana.
Angin berembus menerobos lewat jendela yang masih terbuka. Rosalia mengeratkan syal rajut yang terlilit di lehernya. Hawa dingin menusuk kala menyusup ke pori-pori kulit.
Rosalia sementara menjeda kegiatannya, dia menggerakkan kursi rodanya ke arah jendela kamar. Gorden putih tipis melambai tertiup angin. Langit begitu polos tanpa bintang hanya ditemani bulan separuh. Rosalia tersenyum setiap melihat bulan mengingatkan percakapannya bersama Baron.
"Jika kau merindukanku cukup menatap bulan dan berdoa kepada sang Dewi. Percayalah perasaanmu akan sampai kepadaku."