Baron Vengeance

Panipun
Chapter #11

BAB 10 : Hadiah Kecil

"Norvin sudah beberapa hari ini tidak mengunjungiku." celetuk Rosalia di sela-sela acara sarapan paginya bersama sang tabib.

Antony menelan roti selainya, "Benarkah? Kapan terakhir kali dia datang?"

"Empat hari yang lalu." Rosalia meletakkan garpu dan pisaunya di atas piring. Selera makannya mendadak lenyap. Kebiasaan yang Antony sudah hafal betul. Saat kekhawatiran melanda otomatis gadis itu malas makan.

Tabib itu menggeleng pelan saat mengetahui isi piring Rosalia masih tersisa. Bentuk daging asap serta sayuran pelengkapnya saja tetap sama seperti waktu pelayan istana membawanya ke dalam.

"Jangan terlalu dipikirkan, mungkin dia memiliki urusan penting yang tertunda dan harus segera diselesaikan." ucap Antony seraya mengelus punggung tangan gadis itu.

Perkataan itu tidak cukup menenangkan kegelisahan Rosalia sejauh ini. Dia semakin risau ingin mengecek langsung keadaan Norvin di rumah. "Setelah selesai makan kau akan langsung pergi ke akademi?"

"Tidak, aku ke istana Chrysta terlebih dahulu mengecek kondisi dua orang bangsawan yang sedang sakit parah."

Rosalia menghembuskan napas, "Baiklah, kalau begitu aku pergi sendiri."

"Eh, memangnya mau kemana?" tanya Antony dengan pipi yang menggembung penuh kunyahan roti.

"Aku ingin menemui Norvin."

Cepat-cepat tabib muda itu melahap rotinya sampai habis. "Aku ikut bersamamu,"

"Tapi tadi kau bilang-"

"Ssstt!" Antony menaruh ruas telunjuknya di depan bibir kemudian tersenyum. "Biar asistenku saja yang mengurus mereka sementara aku pergi bersamamu."

Rosalia mengerlingkan matanya tak percaya namun sedetik kemudian tertawa kecil. Antony pun menautkan alisnya bingung padahal dia sama sekali tidak bergurau. "Kenapa kau menertawaiku?"

"Lucu sekali, bagaimana bisa kau meninggalkan tugasmu dan lebih memilih bersamaku?"

Mungkin saja bahkan jika kau memintaku menjadi milikmu, aku akan selalu bersamamu. Antony menggaruk tengkuknya kikuk. Ah, lagi pula hanya angan-angan yang mana mungkin kesampaian.

"Serahkan semuanya padaku. Kau cukup duduk manis disini dan tunggu aku, paham?"

Rosalia mengangguk setuju kemudian Antony bergegas keluar. Langkahnya terhenti sejenak di bingkai pintu. Dia menoleh sekilas ke arah meja makan, "Dan satu lagi ... saat aku kembali piring itu sudah harus kosong. Ingat, makan bukan dibuang."

Darah tabib muda itu berdesir tepat ketika melihat senyuman di wajah Rosalia sebagai jawaban atas peringatannya. Lekukan sabit terukir di pipi Antony.

***

Lihat selengkapnya