Baron Vengeance

Panipun
Chapter #14

BAB 13 : Duka Nestapa

Laju kecepatan kuda yang Baron bawa perlahan berkurang tepat saat memasuki jembatan menuju gerbang istana. Dia bergegas turun dan tidak peduli tatapan terkejut mereka. Penjaga istana lekas memberi salam sesama ksatria. "T-tuan Baron, selamat datang."

"Cepat buka gerbangnya untukku." titah Baron. Kedua penjaga itu saling melemparkan pandangan. "Ada apa?"

"B-baiklah, Tuan." Mereka pun terkesiap dan akhirnya mendorong gerbang itu mempersilahkan Baron masuk. Sorot mata seorang jenderal yang mempunyai kharisma tersendiri berhasil membuat bulu kuduk merinding.

Baron melangkah lebar dan dalam waktu singkat dia mencapai istana Chrysta. Alis tebalnya berkerut heran ketika melihat beberapa pelayan memakai gaun serba putih. Salah satu diantaranya memegang sebuah lampion serta bunga Lilly putih. Benda-benda yang biasa dibawa ketika berziarah.

Pria berahang tegas itu menghampirinya. Sang pelayan sama terkejutnya seperti penjaga istana. Seharusnya Baron masih dalam perjalanan seusai perang. Kehadirannya yang secara tiba-tiba hampir membuat seluruh penghuni istana terperangah. Mereka menatap Baron bingung bercampur rasa sedih.

"Tuan, adik anda yaitu Nona Rosalia sudah pergi,"

"Pergi kemana? Bisa tolong kau panggilkan dia? Beritahukan padanya aku telah datang."

Pelayan wanita itu meneguk salivanya. Dia berucap dengan terbata-bata. "Maksud saya, Nona, Nona Rosalia meninggal dunia."

"Apa?" Baron mendengus kesal. "Kau berani mengatakan sebuah lelucon kepadaku?"

"T-tidak, demi Dewi Lunathea, saya bersumpah itu adalah kebenaran." Wanita itu tertunduk takut.

Bagaikan tertancap ribuan panah rasa nyeri menggerogoti hati. Baron tergamang ditempat cukup lama. Bukan sambutan hangat dari Rosalia yang dia terima melainkan kabar duka.

"Mari ikut kami, Tuan."

Sebuah peti berbahan kayu terletak di tengah kuil samping istana Dandelion. Seorang gadis terbaring dengan tenang disana tertutup kain furing berwarna biru muda mewakilkan sebuah rasa kesedihan atau kehilangan. Tuan Putri yang duduk paling depan sedang fokus berdoa dipimpin pendeta.

Baron termangu, cahaya pada netra birunya kian meredup. Dia berjalan perlahan ke arah peti sambil membendung air mata yang penuh di pelupuk mata. Putri Evangeline sontak menoleh saat mendengar hentakkan kaki melewatinya.

"Baron sejak kapan kau kembali?"

Lihat selengkapnya