Baron Vengeance

Panipun
Chapter #19

BAB 18 : Perempuan Asing

Berbeda dengan Benua Vert, County Petersburg yang berada di wilayah Benua Jaune memiliki iklim subtropis. Tersedia dua macam saja yaitu musim panas dan musim hujan. Baron lekas melepas jaketnya sebab kegerahan. Dia menanggalkan jaket dan syalnya hingga tersisa kaos lengan pendek.

Otot bisep lengannya nampak jelas ketika dia mendarat dari kereta kuda lalu menurunkan barang bawaan dibantu kusir. Semua benda itu akan Baron letakkan di penginapan terdekat. Baron memutuskan tinggal di hotel sederhana karena takut menarik perhatian.

Pria itu terkenal dengan julukan 'Ksatria Tombak Gemuruh' bukan hanya tempelan belaka. Seluruh benua juga tahu dia termasuk manusia kuat dan menjadi salah satu ancaman besar bagi sebagian kerajaan. Tetapi khusus kerajaan Leafstone ini mereka cinta perdamaian. Satu-satunya kerajaan netral dengan tingkat diplomasinya yang kuat.

Wilayah kekuasaan yang dipimpin Raja Raylen memang tidak sebesar kerajaan lain. Meskipun begitu ketentraman dan kesenjangan sosial para penduduk sangat baik. Angka kematian pun kecil, mereka hidup makmur dalam kecukupan.

Demi berjaga-jaga Baron memakai jubah biru yang terlampir. Dia tarik tudungnya itu untuk menutupi wajahnya dari tatapan warga yang penasaran. Pasalnya dia mempunyai tinggi tubuh yang tidak pada umumnya sesuai standar di County Petersburg. Sekali lihat mereka tahu bahwa Baron adalah seorang turis.

Baron menghentikan langkahnya di depan stasiun gondola yang bergerak menggunakan bantuan sihir dari batu pendulum naga. Salah satu jalan alternatif memperpendek waktu tanpa perlu kerepotan mendaki gunung. Banyak daftar rute yang tertulis pada selembar poster. Kertas itu menempel di samping loket. Seorang wanita berpakaian minim mengeluarkan asap cerutu dari bibirnya yang tebal. Jarinya yang lentik sibuk menghitung uang hasil dari penjualan tiket.

"Permisi, Nona."

Wanita itu menyahut malas, "Selamat datang di Stasiun Gondola Petersburg, ada yang bisa saya bantu?"

"Aku ingin membeli tiket untuk rute ke hutan Phililotus." Baron menyodorkan lima koin emas mengikuti harga yang tertera.

Rute berwarna merah serta urutan paling akhir itu menjadi pilihannya. Sontak wanita itu menoleh dengan mata terbelalak. Apalagi mengingat harganya yang mahal melebihi rute yang lain. Sekelas orang biasa mana mungkin sanggup kecuali keturunan bangsawan sudah dapat dipastikan mampu membayarnya.

Orang bodoh macam apa yang ingin menjemput kematiannya sendiri? batin wanita itu meringis.

"Anda tidak melihat warna merah ini sebagai tanda bahaya dan rute terlarang," Wanita itu sedikit maju mengeluarkan kepalanya dari dalam konter kaca pembatas. Dia menunjuk poster itu berusaha menyakinkan pilihan Baron adalah sebuah kesalahan. "Lebih baik anda mengganti rute pilihannya, kami tidak bertanggung jawab jika terjadi sesuatu."

Baron menggeleng pelan dan menambah satu koin emas lagi. "Tidak masalah, jadi bagaimana? Kapan kita berangkat?"

"Baiklah, saya akan menyiapkan gondolanya. Mohon tunggu sebentar setelah selesai kami akan memanggilmu," Penjaga loket itu lekas merobek tiketnya kemudian dibubuhi cap. Sebelum melanjutkan tulisannya sang wanita bertanya, "Atas nama siapa, Tuan?"

Lihat selengkapnya