BAB 2 : KOTAK BEKAL ALISHA
Kelas I-B adalah kelas yang akan menjadi tempat belajar untuk seorang Pratama Budiman, atau yang akrab disapa Tama. Ia sudah berdiri dan melihat papan tulisan “I-B” diatas pintu kelas. Setelah itu, ia masuk ke dalam. Ketika ia masuk, ia melihat-lihat apakah ada bangku kosong atau tidak. Tama memilih bangku nomor 2 di barisan kedua. Kemudian, ia duduk di bangku pilihannya dan menoleh kiri-kanan. Banyak siswa-siswi baru yang masuk dikelas. Seperti yang dialami Tama, beberapa siswa lain yang masuk di kelas tersebut mencari-cari bangku yang menurut mereka nyaman untuk mereka duduki. Kemudian, didalam kelas pun ada yang sedang berbicara dengan siswa yang lain baik itu laki-laki maupun perempuan, ada yang menyendiri sambil mendengarkan musik, dan ada juga yang sedang membaca buku novel. Setelah melihat seisi ruang kelas, Tama memalingkan wajahnya kebawah dan mengeluarkan handphonenya dari saku bajunya untuk mengirimkan SMS kepada Tante Anita bahwa ia sudah sampai disekolah dan masuk dikelas barunya. Tak lama setelah itu, tiba-tiba dari koridor terdengar suara riuh yang cukup ramai. Siswa-siswi yang ada di koridor sedang meramaikan suasana koridor dengan suara-suara mereka. Ternyata disekolah itu kedatangan 2 orang yang satu laki-laki dan satu perempuan. Mereka pun banyak dilihat banyak siswa-siswa yang melihat mereka berdua. Itulah mengapa koridor sekolah menjadi ramai dan bahkan ada beberapa siswi yang cukup histeris melihat laki-laki itu. Mereka adalah murid asing yang pindah dari Jerman. Mereka berdua pun masuk dikelas yang dimasuki Tama.
Mereka berdua berambut pirang. Yang laki-laki rambutnya agak pendek dan bentuk rambutnya Keriting halus disetiap ujung rambut, bertubuh tinggi, agak berotot dan berkulit putih. Lalu, ia membawa tas selempang berwarna hitam sambil memasukkan kedua tangannya ke kantong celananya. Sedangkan yang perempuan memiliki rambut yang panjang sampai ke pinggang, memakai bando berwarna biru langit, matanya juga berwarna biru langit, tubuhnya pun ideal dan seksi dan ‘menenteng’ tas hitam dengan tangan kirinya. Seluruh isi kelas menjadi riuh karena kedatangan murid asing. Tama pun hanya menatap 2 orang tersebut tanpa menunjukkan ekpresi yang terlalu heboh daripada siswa-siswa yang lain. Mereka duduk di kursi paling depan. Yang laki-laki berada dibangku pertama baris ketiga dan yang perempuan berada di depan Tama. Kemudian ada percakapan yang keluar dari 2 orang itu menggunakan bahasa Jerman.
“Mikleo, sudah cukup! Nggak usah keseringan melambaikan tangan kepada gadis-gadis disana." Kata perempuan pirang itu dengan bahasa Jerman.
“Ayolah! Alisha… jarang-jarang ’kan kita seperti ini…” Mikleo terus melambaikan tangan kepada gadis-gadis baik yang ada didalam kelas maupun yang ada diluar menutupi pintu kelas. Banyak siswi disekolah itu sampai berteriak histeris seperti kedatangan artis idola mereka. Alisha yang agak jengkel langsung memukul kepala Mikleo dengan tasnya beberapa kali.
“dasar kamu playboy cap munafik!!!!!...”
“aduuh… aduuuh… sakiiit Alisha..!!” kata Mikleo dengan kesakitan.
“kalau kamu hanya ingin mencari seorang perempuan… apa gunanya kamu sekolah sampai ke Jepang??.... di Jerman juga banyak perempuan cantik..“
“tapi sayangnya, aku menyukai gadis Jepang daripada gadis dinegara sendiri…”
"aduh.. aduuuhh… kamu ini otaknya hanya perempuan saja… awas kalau kamu berfikir yang macam-macam! Ayah dan Ibuku bakal bilang apa nanti?” mereka berdua yang masih asyik ribut membuat Tama menguap dan langsung membaringkan kepalanya di meja
“berisik sekali…”
Tama bergumam kecil dengan nada mengantuk.
Lalu mereka berdua sontak menyahut “DIAM KAMU!” Tama langsung kaget dan terbangun lalu melihat mereka berdua. Alisha dan Mikleo langsung memandang Tama
“hey? Maaf…. Kamu siapa?”
Tama lagi-lagi terkejut dan hanya melongo saja.
“daritadi kamu disana, ya? Kok nggak kelihatan, ya?” Mikleo sambung bertanya.
Tama lagi-lagi melongo. Mikleo akhirnya menaikkan intonasinya karena Tama hanya melongo saja.
“hoi, daritadi kau ini melongo saja? Ada apa? Tidak bisa bicara. Ya?”
“Ya Ampuuun.... Mikleo. Aku lupa. Ini negara Jepang. Ngapain kita ngomong pakai bahasa Jerman?” kata Alisha tersenyum menggunakan bahasa Jepang.
“oh, kalian bisa berbahasa Jepang, ya?” Tama bertanya kepada mereka berdua.
“kalau kami tidak bisa berbahasa Jepang, untuk apa kami sekolah di Jepang?” kata Alisha kepada Tama.
Tak lama kemudian, seorang guru masuk ke kelas mereka. Ternyata Nakamura-sensei yang masuk ke kelas. Darisana jam pertama dimulai. Tapi, karena waktu itu adalah hari pertama jadi belum ada masuk materi pelajaran. Agenda yang diisi adalah perkenalan dan sekedar pemberitahuan. “Selamat pagi, semuanya!” sapa Nakamura-sensei kepada seluruh murid kelas I-B
“Selamat pagi!!!”
“Selamat datang untuk siswa-siswi baru SMA Ishiyama. Perkenalkan, namaku Toru Nakamura. Panggil saja saya Nakamura-sensei. Dan saya adalah wali kelas kalian di kelas ini. Salam kenal dan mohon kerjasamanya ya. Disini saya mengajar bahasa Jepang. Tapi karena ini adalah hari pertama kalian masuk sekolah, maka saya tidak akan langsung memberi kalian materi. Hari ini kita khusus perkenalan dan sekedar pemberitahuan saja. Disamping itu, saya adalah pembimbing klub Basket Ishiyama yang belum lama berdiri selama satu tahun. Untuk kalian yang misalnya ingin ikut klub basket kalian bisa bertemu denganku dalam hal bimbingan dan pemberian saran. Baiklah, sekarang giliran kalian yang memperkenalkan diri kalian. Sebelum itu, saya akan memberitahukan satu hal. Dikelas ini ada 3 siswa pindahan dari luar negeri. Jadi saya ingin kalian ingin memperkenalkan diri kalian terlebih dahulu.”
Kemudian, Mikleo yang pertama kali memperkenalkan dirinya dihadapan siswa-siswi kelas I-B.
“Selamat pagi semuanya, perkenalkan. Si tampan dari Eropa, Mikleo Fritz… itulah aku.” Begitulah Mikleo memperkenalkan diriya sambil bergaya sedikit centil dan agak bersemangat. Berpostur tinggi dan cukup berotot. 193 Cm dan 85 Kg. “aku berasal dari Jerman. Aku lahir di Munich. Dan aku bersekolah di Jepang Karena aku suka sekali Negara Jepang. Ditambah lagi gadis-gadis Jepang itu lebih anggun dan sangat cantik bukan main. Salam kenal.”
Seluruh siswi di kelas itu malah merasa senang dan ada yang histeris. Nakamura-sensei hanya menggaruk-garukkan kepalanya dan tertawa kecil.
“hehe… baiklah, Mikleo. Terima kasih dan silahkan duduk kembali! Selanjutnya… Alisha Sarah Diphda. Silahkan memperkenalkan dirinya.”
Giliran Alisha yang memperkenalkan dirinya.
“Hajimemaste (Perkenalkan)…. Namaku adalah Alisha Sarah Diphda. Aku berasal dari Jerman. Sama seperti Mikleo. Hanya saja aku lahir di Kota Berlin. Salam kenal.”
Alisha hanya singkat saja berbicara. Tinggi badan 170 Cm dan 53 Kg. Seperti yang dialami Mikleo. Laki-laki di kelas itu mulai senang dan ada yang histeris melihat seorang Alisha yang dikatakan sangat cantik menawan. Tama yang melihatnya hanya melongo seakan-akan ia tercengang melihat sesosok Alisha. Tanpa disadar sudah masuk giliran Tama yang memperkenalkan dirinya. Tama pun maju kedepan dan berbicara di depan siswa-siswi kelas I-B. siswa-siswi disana mulai penasaran dengan laki-laki kalem yang satu ini. Kalem, tetapi seperti menyimpan sebuah rahasia yang apabila terbongkar bagaikan disengat listrik 40.000 volt .
“Hajimemaste, nama saya Pratama Budiman. Kalian bisa memanggilku Tama. aku pindahan dari Indonesia….” Seisi ruang kelas mulai sedikit gaduh karena yang satu ini berasal dari Indonesia. “ kota kelahiranku di Bekasi. Kalau ditanya tujuanku sekolah disini karena sebuah keinginan untuk bersekolah disini. Setiap sekolah pun sama saja. Isinya adalah orang-orang yang ingin belajar. Tetapi, saat ini pilihanku untuk mencari tempat sekolah adalah di SMA Ishiyama.” Salah satu murid laki-laki bertanya “ apa alasannya kau bersekolah disini?”. Dengan tenang, Tama menjawab “karena aku memang berkeinginan sekolah disini…” seisi ruangan menjadi sedikit berisik dan terdengar suara “Oooohhh…!!“ dari mulut siswa-siswi kelas I-B. Alisha yang melihat dan mendengar perkenalan Tama merasa seperti ada sesuatu dari diri Tama yang membuatnya penasaran namun ia tidak berani untuk menanyakannya. Lalu, disisi lain dan masih didalam kelas, seorang gadis berkacamata dan berambut hitam dengan panjangnya sampai ke bahu duduk di baris keempat bangku nomor 3, dekat dengan jendela mengamati Mikleo. Seperti ada maksud tersembunyi terhadapnya.
***
Setelah masuk jam istirahat, Tama duduk di halaman belakang sekolah sambil berteduh di bawah pohon yang cukup rindang. Ia mengeluarkan bekal yang disiapkan sendiri di rumah. Isi bekalnya yaitu nasi dengan lauk ayam goreng dengan sayur brokoli serta sambal merah. Bekalnya dibungkus dengan kertas bungkus nasi. Dengan gaya duduk ala warteg, yaitu kaki kanan diangkat dan ditekuk dan kaki kiri bersila. Makannya pun dengan tangan. Benar-benar cara Indonesia. Dan sedang asyiknya ia makan datanglah Mikleo yang heran melihat cara makan Tama yang menurutnya cukup menjijikkan. Lalu, ia menghampiri Tama.
“hey, anak Indonesia?”
Tama pun berhenti makan dan melihat Mikleo dihadapannya.
“oh, si pirang rupanya”
“heeeh… kamu bilang “Si Pirang”? Aku punya nama tahu!”
“aku juga punya nama, kalau sudah tahu aku anak Indonesia. Kamu bisa memanggil namaku’kan.Mikleo?.”
“hoi..tunggu.. kok kamu tahu namaku?”
“kan tadi kita sudah perkenalan di kelas. Lupa ya?”
“hmmm… iya.. iya. benar juga. Dan namamu adalah Tama?”
“ya.. itu benar. Itu nama panggilanku. Supaya lebih mudah orang mengucapkannya.”
"oh, ya. Kenapa kamu makan pakai tangan? Bukankah itu menjijikkan ya?”
“hahahaha…. Ngapain juga aku harus jijik? Ini ’kan tanganku sendiri. Masa’ aku jijik dengan tanganku sendiri. Itu’kan aneh. Lain ceritanya kalau aku makan kotoranku sendiri. Itu boleh dibilang menjijikkan”
“kamu nggak punya sumpit atau sendok?”
“ada.. tapi aku lebih suka makan pakai tangan. Lagipula, gaya orang Indonesia banget deh makan pakai tangan. Yang penting, aku tidak makan bekas air liur dari mulut orang lain.”
“makan bekas air liur orang lain? Maksudnya apa?”
“contohnya sumpit yang kau pegang itu.” Tama menunjukkan sumpit yang dipegang Mikleo. “kau tahu, sudah berapa banyak sumpit itu dipegang orang lain?”
“hmm… kalau dirumah sih hanya Bibi, Paman, dan Alisha..kemudian--” lalu Mikleo mulai tersadar mengenai ‘makan bekas air liur orang lain’.
ah, gawat!!!.. katanya dalam hati. Dia langsung menutup mulutnya. “tidak..! secara tidak langsung aku sudah berciuman dengan Bibi, Paman dan juga Alisha.”
Tama pun tertawa. “hahahaha…. Kamu terlalu berlebihan. Nggak gitu juga kali. Aku hanya iseng saja mengerjaimu. Tapi tetap saja, kadang aku merasa makan dengan tangan itu lebih beda dan punya sensasi tersendiri.”
“sensasi tersendiri?”
“iya… makan dengan tangan itu seperti memiliki sensasi tersendiri. Tapi, bukannya aku tidak suka makan pakai sendok atau sumpit. Kalau aku lagi malas makan pakai tangan atau dalam situasi tertentu, aku juga makan pakai sendok atau sumpit. Misalnya saat makan mie, makan sup atau makanan yang berkuah apalagi makanan dingin seperti es krim, es serut dan sebagainya. Apalagi kalau kita lagi bertamu atau dalam acara formal. ‘kan tidak lucu kalau makan nasi atau makan makanan berat dengan tangan. Meski begitu, aku biasa makan pakai tangan”
“oh.. begitu… aku pikir kau anti sendok atau sumpit?”
“haha… aku tidak akan berlaku ekstrim begitu. Sudahlah, ayo makan!”
setelah mendengar penjelasan dari Tama, Mikleo langsung makan bekalnya yaitu nasi dengan lauk ikan salmon serta rumput laut dengan tangannya. Tama pun kaget melihat Mikleo langsung makan menggunakan tangan.
“hey… aku ’kan tidak memaksamu makan menggunakan tangan. Itu ’kan karena kebiasaanku saja.”
“Sudah cukup! Mulai saat ini aku tidak akan makan dari bekas mulut orang…” katanya sambil menunjuk kearah Tama. sempat diam sejenak dan setelah itu
”kalau gelas untuk minum bagaimana?” Tanya Tama terhadap Mikleo.
“ee…. Ee… heeee!!!.. benar juga! Gelas dirumah ’kan pasti banyak dari bekas mulut orang juga..... kalau kau sendiri bagaimana?”
“Biasanya aku lebih memilih untuk mengambil gelas untuk pribadiku sendiri dan tidak mengambil gelas yang lain.”
“kamu ini terlalu higienis sekali, Tama”
“sebenarnya aku tidak berlaku higienis. Tapi, kalau ada kesempatan untuk berlaku higienis, kenapa tidak?” kata Tama sambil tersenyum.
“………………hmm.. ya sudahlah. Itu terserahmu saja”
***
Setelah mereka makan dan mencuci tangan mereka, mereka berjalan di koridor sekolah. Kemudian datang Alisha dari arah berlawanan. “heh… Mikleo.. dari tadi aku mencarimu tahu. Kemana saja kau?”
“oh.. iya. Maaf ya. Tadi aku di halaman belakang. Makan bareng sama Tama.”
“Oh… jadi kau makan bersama Tama? kenapa kamu tidak mengajakku?”
“Iya.. iya.. maaf.. lain kali aku akan mengajakmu, ya.” Katanya dengan ‘cengengesan’
“Kamu sendiri sudah makan, Alisha?” Tanya Tama kepada Alisha.
“Eh? Oh, aku? Tentu saja sudah. Aku makan sendiri di kelas.”
“Kenapa tidak bareng dengan teman-teman yang lain? ’kan di kelas banyak orang.”
“Tidak apa-apa” kata Alisha dengan senyum yang masam
Tama agak heran melihat Alisha.Yakin nih orang udah makan? Dari gerak-gerik dan ekspresinya kok seperti menahan rasa lapar. Dari ia berbicara sampai tingkahnya seperti ada sesuatu yang tersembunyi. Seperti sedang menahan lapar. “Baiklah Alisha, ayo! Kita kembali ke kelas. Sebentar lagi jam istirahat akan usai. Tama, kita masuk kelas” ajak Mikleo.
“Oh, oke. Ayo!”
***
Pelajaran pun sudah usai. Semua siswa pun sudah mulai meninggalkan kelas. Tama yang sedang mulai berkemas-kemas tidak sengaja melihat Alisha yang sudah beranjak dari bangkunya. Begitu melihat Alisha yang sudah meninggalkan kelas bersama Mikleo, ia melihat sebuah bekal yang ada dikolong meja Alisha. Lalu, ia mengambil kotak bekal Alisha. Saat dipegang, ia merasakan kotak bekalnya masih berat. Tama merasakan bahwa Alisha belum makan karena saat di koridor tadi dia seperti menyembunyikan sesuatu. Tuh ’kan, sudah kuduga. Pasti dia nggak makan. Tanpa berpikir panjang ia langsung berlari keluar kelas untuk menemui Alisha. Ternyata saat ia keluar, Alisha sudah tidak ada. Ia melihat disekitarnya ternyata tidak ada. Ia menghela napas sedalam-dalamnya dan menghembuskannya. Kemudian, dipandanginya kotak bekal Alisha. Tak lama setelah itu, Kageyama dan Hinata bersaudara datang menyapa Tama. “Yo.. Tama-kun” sapa Ryuji.
“Eh… teman-teman.. kalian sudah keluar juga ya?”
“Tentu saja…. Lagipula saat ini belum ada belajar sama sekali.”kata Ryuzaki.
“Hey… itu kotak bekal punyamu? Kira-kira masih ada isinya nggak? Aku masih lapar nih… “
Ryuji memegang perutnya. Matanya pun berbinar-binar melihat kotak makan yang dibawa Tama. Kageyama menghantam ubun-ubun Ryuji dengan tangan kirinya.