“Hey, berikan bolanya padaku!” Pemain bernomor punggung no.1 dengan kulit coklat dan berambut hitam gimbal yang dikuncir segera memberikan Overhead pass jarak dekat kepada pemain Center bernomor punggung 5 (rambut ikal jingga sepanjang bahu dan berkulit kuning langsat) . Si Center sudah berada tepat di area 3 seconds (area antara lingkaran Free Throw dengan bawah ring). Dengan Catching yang sempurna, pemain No. 5 segera melakukan Bumping (Memantulkan bola satu kali dengan keras), sedikit Body Charge, lalu melakukan Pivot. Pemain lawan no. 11, anak kelas I yang berposisi sebagai Center dengan tinggi 2 cm dibawah si no. 5 yang memegang bola mencoba menghalangi pergerakan si no. 5.
“Defense-mu itu tidak ada gunanya! Rasakan ini! Earthquake Dunk!”
Center no. 5 dengan tangan besarnya dengan lompatan tingginya melakukan slam dunk dengan tenaga penuh. Pemain no. 11 yang melakukan defense tidak mampu menghentikan si no. 5 hingga saat terjadi slam dunk, no. 11 terjatuh. Slam dunk si no. 5 bagaikan gempa bumi berskala 8,3 SR yang cukup meruntuhkan gedung-gedung tokyo. Suara menggelegar yang menggema di lapangan indoor membuat pemain-pemain khusus yang masih kelas 1 (kelas 10) hanya bisa tercengang.
“Sini, ku bantu berdiri.” Si no. 5 mengulurkan tangan kepada si no. 11
“Eh, iya.. T-terima kasih” Si no. 11 menyambut tangan seniornya dan bangkit berdiri.
“Perbaiki defense jika kau ingin menjadi pemain Center Handal.”
“B-baik. Terima kasih. Kenichi-senpai”
Si no. 5 ternyata bernama Kenichi Hiroki (195 cm, 87 Kg, Kelas III, C, No. 5).
“Kenichi-san, nice dunk” pemain no. 1 memberi pujian sedikit kepada Kenichi
“Ya....... kau juga. Nice pass, kapten Hayato” Ia pun berbicara kepada pemain no.1 yang ternyata adalah Kapten Nankatsu, Hayato Martinez (182 cm, 80 Kg, Kelas II, PG, No. 1)..
Priit.. Priiiiit!!!.... sebuah pluit berbunyi dari pinggir lapangan. Pluit itu dibunyikan oleh pria paruh baya bernama Jun Osako (47 tahun, 173 cm, 65 kg, Head-coach).
“Semuanya, berkumpul!” Para pemain berkumpul di pinggir lapangan. Kemudian, pelatih Jun memberikan sebuah informasi terkait latih tanding melawan SMA Ishiyama pada hari kamis nanti atau H-3.
“Saya akan memberikan informasi mengenai lawan kita di latih tanding nanti. Seperti yang kita ketahui bahwa SMA Ishiyama belum lama memiliki tim basket. Tahun lalu mereka hanya bisa terhenti di delapan besar di karenakan mereka harus bertekuk lutut di hadapan SMA Kawako dengan skor 72-35. Memang itu adalah kekalahan yang menyedihkan dan terbilang konyol. 2 pemain andalan mereka juga sempat cedera. Karena permainan SMA Kawako adalah kasar dan menjijikan.”
“Tapi meski begitu, mereka di anggap sebagai sebagai ‘Kerajaan no. 5’ (5TH Kingdom). Tidak kusangka mereka tidak punya malu seperti itu.” Kata Goro Kisaragi (179 cm, 78 Kg, kelas II, SG, No. 2).
“Biar bagaimanapun, mereka pernah 2 kali memenangkan kejuaraan Inter High beberapa tahun yang lalu.” Kata Aizawa Kusanagi (191 cm, 86 Kg, kelas III, PF/F, No. 3).
“Untungnya selama 4 tahun kebelakang, kita belum pernah sekali pun melawan mereka. Bisa-bisa semua tulang-tulang pemain kita bakal habis dipatahkan mereka.” Kata Daigo Katagiri (183 cm, 75 Kg, kelas II, SF, No. 4).
“Meski begitu, kita tidak bisa meremehkan SMA Ishiyama. Apalagi Point Guard dan Center mereka yang begitu kuat. Nyawa Ishiyama berada di ‘dua orang’ itu.” Kata Daiki Shinpachi (188 cm, 73 Kg, Kelas II, PF/F, No. 9).
“Kurang tepat. Yang benar 3 orang. Minamoto Hiromi adalah kapten yang hebat. Semangatnya terus mengalir dapat ia bagikan kepada rekan-rekan setimnya.” Kata Kenichi.
“Itu benar. Gaya bermainnya sangat lincah. Dan ia pun termasuk cerdas.” Kata Hayato.
“Saya setuju dengan Kenichi. Apalagi saya juga dapat informasi mengenai anak-anak kelas 1 yang baru bergabung di tim mereka. Untuk lebih jelasnya saya sudah menyiapkan data-data mengenai anak-anak kelas 1 nya.”
Pelatih Jun memberikan sebuah modul berisi informasi pemain-pemain kelas 1. Beberapa pemain termasuk Hayato merasa terkejut dengan adanya dua pemain asing yang berada di tim Ishiyama.
“Wah... ternyata ada orang Jerman dan orang Indonesia disini.” Kata Masaro Taro (176 cm, 75 Kg, Kelas II, SF, No. 6).
“Tidak hanya itu.. Kazao Natsuki juga bergabung di tim ini.” Kata Nenma Ushiwaka (180 cm, 78 Kg, kelas II, SF, No. 8).
“Heeeh... ternyata PG terbaik ke empat di Jepang ini bergabung di Ishiyama? Kayaknya bakal berbahaya nih.” Kata Yoichi Azumane (188 cm, 87 Kg, Kelas I, PG, No. 9).
“Kenapa? Kau takut? Jangan khawatir! Di tim kita ‘kan udah ada 2 PG terbaik. Kau yang diperingkat 6 dan Hayato diperingkat 3. Seharusnya kita bisa menghadapi mereka. Lagipula mereka baru seumur jagung.” Kata Kenichi.
“Tetap saja, Kazao berada disana. Dia itu juga termasuk PG yang handal. SMP Murasakibara pernah dua kali menjuarai kejuaraan basket tingkat SMP. Kalau bukan dia, SMP itu masih belum menjadi apa-apa.” Kata Hayato.
“Tidak penting masalah peringkat PG. Yang penting adalah menguji kemampuan kita melawan mereka. Sehebat apapun mereka, walau hanya latih tanding. Kita tidak boleh kalah. Ingat! Orang-orang menyebut kita sebagai ‘kerajaan ke empat’. Jadi, kita pertahankan gelar itu. Bila perlu, di Inter High nanti. Kita tumbangkan the 1st Kingdom, Shiratorizawa dan menjadi yang pertama. PAHAM!”
“Siap, PAHAM!!”
“Oh, iya. Saya hampir lupa. Yoichi, mana Shouta? Apa dia bolos lagi?”
“Eh.. aku tidak tau, pak. Tadi udah saya bilangin sama dia. Tapi, entahlah..”
“Ya ampun.. pasti keluyuran lagi dia.”
“Pelatih, kenapa anda masih mengurusi anak itu? Memangnya siapa anak itu sebenarnya?” Tanya Daigo.
“Kamu tidak tau dan mungkin tidak akan paham alasan saya kenapa ingin memasukkan Shouta. Dia memang tertutup. Tapi, sangat disayangkan kalau dia tidak bisa dimanfaatkan.”
“Dimanfaatkan? Maksudnya?” Tanya Aizawa.
“Aku sudah melihat kemampuan anak itu. Pelatih sendiri yang mengajakku menemuinya beberapa hari lalu.” Jawab Hayato.
“Heeh.. curang banget. Kenapa saya gak di ajak pelatih?” Tanya Kenichi.
“Sudahlah.. saya pergi dulu. Nanti kalian akan tau sendiri.” Pelatih Jun langsung meninggalkan para pemainnya. Semua masih bingung dengan sikap pelatih yang masih menutup-nutupi tentang Shouta. Akhirnya semua tertuju pada Hayato, sang kapten.
“Hey, Hayato. Karena kau curang, kau harus memberitahu kami tentang Shouta.” Kata Kenichi agak kesal.
“Iya, nih. Ayo, beri tahu kami!” Tambah Daiki. Yang lain pun juga ikut penasaran dan ingin meminta penjelasan dari Hayato. Meski Hayato sebenarnya tidak mau berbicara tentang hal itu, akhirnya dengan terpaksa ia memberi tahu rekan-rekan yang lain.
“Huuuuh... baiklah. Aku akan kasih tahu kalian. Tapi aku tidak yakin kalian percaya atau tidak..”
***
Di lapangan basket, ada seorang pemuda dengan rambut lurus mohawk dibelakang dan berponi sedikit panjang berwarna biru langit. Ia sendirian bermain basket. Melempar di titik Free Throw dan tidak berpindah tempat kecuali hanya untuk mengambil bola. Sudah 20 kali ia melempar bola ke ring. 10 diantaranya masuk termasuk lemparan ke dua puluh. Ketika ia melempar yang ke-21, bola hanya menyentuh ring dan terpental ke pinggir lapangan. Saat bola tersebut berhenti di pinggir lapangan, seseorang mengambil bola basket itu. Shouta melihat pemuda berambut hitam pendek dengan membawa tas selempang besar mengambil bola itu.
“Hey, sendirian aja? Boleh gak aku ikut gabung.” Ternyata yang memegang bola itu adalah Tama. Shouta dengan muka ‘melas’ seperti pengemis itu hanya diam dan menganggukkan kepala bahwa tandanya ia tidak keberatan. Lalu, Tama menghampiri Shouta.
“Mau one on one denganku?” Tama menawari Shouta.
“Mmm... tidak usah.” Jawab Shouta dengan ekspresi ‘menyedihkan’.
“Loh, kenapa? ‘Kan seru kalau main berdua. Daripada sendirian..”
“Gak, makasih. Aku gak begitu suka one on one.”
“Gak suka one on one? Apa kamu suka kalau bermain basket full team (5 orang)?”
“Mmm... tidak juga.”
Ini orang ekspresinya menyedihkan banget. Lagi galau apa dia? Pikir Tama kepada Shouta.
“Ya udah deh.. Gimana kalau kita adu free throw aja? Jangan bilang kalau kamu menolak tawaran ini. Main basket itu setidaknya berani menerima tawaran free throw kalau gak mau diajak one on one.”
“Mmmm.... ya udah deh. Free throw aja.”
Shouta menerima tantangan Tama untuk free throw. Kemudian Tama menjelaskan peraturan sederhananya.
“Oke.. kalau gitu kita buat kesepakatan. Lemparan sebanyak 10 kali, selisih skor dikalikan 3, bagaimana?”
“Eh.. gimana.. gimana?”
“Jadi gini, kita berdua masing-masing melempar bola ke dalam ring sebanyak 10 kali. Kita hitung berapa banyak yang masuk, lalu selisih skor dikalikan 3. Hasil dari selisih dikalikan 3 ini adalah jumlah push up yang harus dijalankan. Contoh, aku masukin bola ke dalam ring sebanyak 5 kali. Terus waktu giliran kamu melempar bola, ternyata kamu bisa masukin 10 bola. Berarti selisih skor kamu sama aku adalah 5. 5 dikali 3 sama dengan 15. Artinya, karena aku kalah 5 bola dari kamu, aku harus push up sebanyak 15 kali.”
Shouta langsung cepat mengambil bola. “Oke, ayo mulai!”
Waduuh... cepat amat nih orang setujunya...
Tama berlari kecil menuju sisi bawah ring untuk melakukan rebound. Shouta sudah bersiap di titik free throw. “Oke, aku mulai ya..” Shouta langsung melakukan shoot. Saat melakukan shoot, Tama melihat posisi tangannya yang agak berbeda dari cara pemain menembak pada umumnya. Biasanya posisi tangan untuk menembak bola antara dua. Pertama, sejajar dengan kepala saat mendorong bola. Kedua, tangan sedikit ke belakang untuk mendorong bola agar terlihat melambung. Namun, posisi tangan Shouta sedikit tegak lurus di atas kepala. Lalu, dorongan bolanya menggunakan pergelangan tangan. Ayunan pergelangan tangannya kuat sekali seperti terasa ingin patah. Tangan yang ia pakai adalah tangan kiri.
Masya Allah... dia kidal rupanya? Dan posisi tangannya unik sekali.
Tidak hanya sampai disitu. Setelah Shouta mendorong ke bola ke ring. Kecepatannya sangat cepat dan pergerakan bola tersebut tidak parabol atau vertikal, melainkan lurus hampir 90 derajat. Kecepatannya yang tinggi membuat bola tersebut masuk ke dalam ring. Tama yang melihat laju bola itu sampai hampir tidak mengikuti bola itu sampai ke ring.
Benar-benar unik. Aku hampir saja tidak bisa mengikuti laju pergerakan bola menuju ring itu. Cepat sekali. Memang ini adalah keunikan teknik shooting yang jarang dimiliki pemain basket pada umumnya. Horizontal Shoot.
Tembakan unik milik Shouta itu dilakukan terus menerus sampai bola ke-10. Untuk tembakan ke-10, bola tersebut membentur backboard / Full Court (papan pantul). Setelah membentur backboard, bola menyentuh mulut ring dengan sedikit keras lalu melambung sedikit keatas. Tama melihat bola itu melambung keatas di bawah lubang ring. Tama sudah yakin bahwa bola itu akan masuk. Tapi karena keunikan bola yang ditembak oleh Shouta membuatnya terpukau. Prook....!! Dengan halus suaranya, bola basket itu masuk ke dalam ring.
“YEE!!! Aku masuk semua.” Kata Shouta dengan senang namun masih memakai ekspresi menyedihkan bak pengemis di pinggir jalan.
Orang ini aneh deh. Senang kok mukanya melas kayak mau nangis. Pikir Tama yang agak bingung dengan tingkah Shouta yang paradoks.
“Keren juga kamu. Bisa dapat nilai sempurna. Oke, gantian. Aku yang menembak ya.”
Giliran Tama yang melakukan free throw dan Shouta berada di sisi bawah ring. Shouta melihat kuda-kuda Tama yang terlihat sempurna meskipun seperti pemain pada umumnya. Sekitar 5 cm sedikit lebar melewati bahu (normalnya ketika berdiri kaki sejajar dengan bahu). Posisi tangan Tama juga normal. Ia merasa lemparannya biasa-biasa saja. Setelah menunggu beberapa detik, sesuatu yang membuatnya terkejut muncul. Ia melihat lemparan Tama yang indah dipandang. Memang setiap pemain yang melakukan shooting biasanya parabol. Namun, Shouta merasakan adanya sensasi ‘melayang’ melihat bola yang berada diatas udara itu.
Luar biasa.... lemparannya indah sekali. Inikah yang disebut vertical shoot?
Seperti cenayang yang bisa menebak isi hati orang lain, Tama membalas “Iya... itu benar. Ini adalah vertical shoot. Lemparan yang melebihi parabol.” Lemparan melambung tinggi yang indah itu pun masuk ke dalam ring dengan jauh lebih halus dari pemain-pemain basket lainnya bahkan lemparan milik Shouta sendiri.
Keren... baru kali ini aku melihat lemparan itu. Pasti orang ini udah terbiasa bermain basket.
Ketika bola basket itu mendekati Shouta, ia melemparkannya ke Tama. Lalu, dengan ancang-ancang yang sempurna Tama kembali melakukan vertical shoot. Lemparan itu ternyata terjadi lagi di lemparan sebelumnya bahkan sedikit lebih baik dan laju bolanya sedikit cepat dari yang sebelumnya. Prook..!! Suara bola yang masuk ke dalam kembali terdengar halus. Shouta tidak bisa berkata-kata melihat dengan perasaan memukau. Bahkan lemparan ketiga dan keempat juga demikian.
Vertical shoot-nya konsisten sekali. Aku jadi sedikit iri dengannya. Kayaknya dia benar-benar anak basket sejati.
***
“Ternyata kita seri ya? 3 putaran kita melempar hasilnya sama. 25 bola masuk semua. Tidak kusangka bertemu lawan sepadan.” Kata Tama dengan rasa puas.
“Mmm.. iya. Aku juga gak nyangka.” Kata Shouta dengan rasa puas juga tapi sambil malu.
“Oh, iya. Perkenalkan. Aku Tama, Pratama Budiman.”