-Suami istri memang akan cenderung saling paham, meski hanya sebatas tatapan atau sentuhan-
[Kediaman keluarga bapak Manurung & ibu br. Damanik]
Antara membuka pintu utama dengan kunci cadangan yang selalu dibawa ke mana-mana. Kedua pasang mata yang tadi fokus ke layar televisi, kini berpindah arah. Seolah tidak ada yang salah, gadis itu masuk tanpa memberi salam maupun senyuman.
“Masih ingat rupanya tukang melawan itu pulang!” ledek ayah yang memegangi remot di tangan kanannya.
Wanita yang disinggung tak peduli sama sekali. Ia malah menguap besar seraya menepuk-nepuk mulut dengan pelan. Ibu yang tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya segera menghampiri anak semata wayang.
“Udah pulang kau Boru? Siapa tadi yang ngantar kesayangan Mamak ini? Capek kau? Udah makan kau?” Segala pertanyaan dilontarkan seolah Antara adalah gadis kecil yang telah hilang dan baru saja ditemukan. “Mau dimasakkan apa kau Boru?”
“Ngapain dimasakkan!? Suruh aja cari makan sendiri! Diakan udah dewasa, angkat kaki aja dia bisa kok berhari-hari,” celetuk ayah tanpa melirik seraya menukar-nukar siaran televisi, padahal sebelum kedatangan putrinya, ia sedang fokus pada satu tayangan.
“Shalom1! Horas2 Tulang Nantulang3! Boha kabar?4” Suasana telah berubah saat Batara masuk dan menyalami kedua orang tua Antara.
Wajah kepala keluarga langsung riang. Ia terlihat sangat senang akan kehadiran anak muda yang telah lama dikenal menjadi sahabat putrinya.
“Bah, na ro do ho!?5 Sehatnya kami sehat. Mak Duma, masakkan dulu makanan untuk Bere6 kita ini! Lapar dia pasti, kedengaran udah suara perutnya.” Mimik yang tadi sangat mengesalkan telah berputar 180°.
“Suara ketidakadilan yang iyanya, cihhh!” umpat Antara dengan setengah suara. Sang ibu yang tepat berada di hadapan anak gadisnya, segera memberi kecupan di pipi agar mengundang ketenangan.
“Jangan cemberut gitu, kau macam tak tahu sifat Bapakmu!”
“Buat palakkan!? Kok bisalah dulu Mamak nikah sama laki-laki kayak gitu?” sindirnya dengan ekspresi enteng tanpa ada ketakutan sama sekali.
“Angek!?7 Bilang bos!” ucap ayah dengan gaya yang semakin membuat Antara sangat sebal.
“Udah, kau ke kamar dulu bereskan kopermu! Biar Mamak masakkan makan malam untuk kita.”
Tepukan lembut di pundak membuat Antara tidak ingin lagi memperpanjang masalah. Ia pun berjalan menaiki tangga menuju kamar. Setelah memastikan Antara sudah masuk ke kamar, ibu anak satu itu mulai memperingatkan suaminya agar tidak berulah.
“Jangan gitu kau Pak Duma! Nanti kabur lagi Borumu itu, kau yang paling sibuk nyuruh aku buat nanyain kabarnya.” Batara memandangi ayah sahabatnya yang ketahuan sangat peduli, tapi gengsi.
“Yang gecoran8 Mak Duma ini, cepatkanlah itu masak!” Terlihat salah tingkah dan malu-malu.
Sang istri menggeleng akan tingkah suaminya yang kekanakan. Ia tahu kini lelaki yang hampir tiga puluh tahun ia nikahi itu sedang dalam konsisi senang karena kepulangan putri semata wayang mereka. Keduanya memiliki sifat yang sama, keras kepala, namun menyimpa dalamnya cinta. Lalu boru Damanik pun beranjak ke dapur untuk mengeksekusi bahan masakan.